BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara adalah sekumpulan orang yang
menempati wilayah tertentu dan diorganisasi oleh pemerintah negara yang sah,
yang umumnya memiliki kedaulatan. Sebuah negara tentunya harus mempunyai
berbagai unsur yang membentuknya menjadi sebuah kesatuan. Menurut Oppenheimer
dan Lauterpacht unsur-unsur tersebut antara lain adalah rakyat yang bersatu,
daerah atau wilayah, pemerintahan yang berdaulat, dan pengakuan dari negara
lain.
Setelah beberapa unsur tersebut
terpenuhi, negara tidak akan dengan langsung berjalan dengan sendirinya. Maka
dari itu untuk menjamin keberlangsungan proses penyelenggaraan negara sesuai dengan fungsi dan tujuannya,
keberadaan sistem ketatanegaraan menjadi sangat penting. Sistem ini ibarat sebuah
kontrak sosial yang mengikat secara hukum antara pemerintah dengan rakyatnya.
Dengan sistem ini, siapapun yang berkuasa akan melaksanakan roda pemerintahan
dengan sebaik-baiknya untuk kemakmuran rakyat.
Indonesia
dibentuk sebagai negara kesatuan dengan sistem pemerintahan presidensial yang
didalamnya terdapat lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif. Selain itu,
sistem ketatanegaraan indonesia juga dibangun dari berbagai lembaga lain yang
masuk kedalam tiga lembaga besar tersebut. Pada saat ini banyak masyarakat bahkan pelajar yang
kurang memahami tentang Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia, padahal suatu
bangsa akan menjadi baik jika seluruh warga negaranya memahami, mengerti, dan
dapat menjalankan dengan penuh tanggung jawab sebagaimana peraturan dalam
Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia.
Maka
dalam makalah ini, penyusun akan menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan sistem ketatanegaraan yang dijalankan oleh Negara Indonesia.
BAB II
RUMUSAN MASALAH
2.1.Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari sistem
ketatanegaraan?
2. Bagaimanakah sistem ketatanegaraan di
Republik Indonesia?
3. Bagaimanakah Republik Indonesia
menjalankan sistem ketatanegaraannya pada saat ini?
2.2.Tujuan
1. Mengetahui pengertian sistem
ketatanegaraan
2. Mengetahui sistem ketatanegaraan di
Republik Indonesia
3. Mengetahui kondisi Republik Indonesia
dalam menjalankan sistem ketatanegaraannya pada saat ini.
2.3.Manfaat
1.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Sistem Ketatanegaraan
Istilah Sistem Ketatanegaraan merupakan gabungan dari dua kata, yaitu:
“Sistem” dan “Ketatanegaraan”. Sistem berarti keseluruhan yang terdiri dari
beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional baik antara bagian-bagian
maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan tersebut
menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah
satu bagian tidak bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhnya itu.
Dan Ketatanegaraan menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata tata negara yang artinya seperangkat
prinsip dasar yang mencakup peraturan susunan pemerintah , bentuk negara, dan
sebagainya yang menjadi dasar peraturan suatu negara. Sedangkan menurut
hukumnya, tata negara adalah suatu kekuasaan sentral yang mengatur kehidupan
bernegara yang menyangkut sifat, bentuk , tugas negara dan pemerintahannya
serta hak dan kewajiban para warga terhadap pemerintah atau sebaliknya. Jadi
dapat disimpulkan Ketatanegaran adalah segala sesuatu mengenai tata negara.
Dari pengertian itu, maka secara
harfiah Sistem Ketatanegaraan dapat diartikan sebagai suatu bentuk hubungan
antar lembaga negara dalam mengatur kehidupan bernegara.
3.2 Sistem Ketatanegaraan di Republik Indonesia
a.
Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia Sebelum Amandemen UUD 1945
Sistem Ketatanegaran sebelum Amandemen UUD 1945 Pelaksanaan
kekuasaan Negaranya dilakukan dengan pembagian (bukan pemisahan) tugas atau
fungsi dari masing-masing penyelenggara Negara.
Secara konstitusional sistem ketatanegaraan
Indonesia pada masa pemerintahan orde baru menggunakan UUD 1945. Secara prinsip
terdapat lima kekuasaan pemerintah Negara Republik Indonesia menurut UUD 1945,
yaitu:
1)
Kekuasaan
menjalankan perundang-undangan Negara , disebut juga kekuasaan eksekutif
dilakukan oleh pemerintah ( dalam hal ini adalah Presiden)
2)
Kekuasaan
memberikan pertimbangan kenegaraan kepada pemerintah , disebut juga kekuasaan
konsultatif dilakukan oleh Dewan Pertimbangan Agung
3)
Kekuasaan
membentuk Perundang-undangan Negara atau kekuasaan legislative dilakukan oleh
Dewan Perwakilan Rakyat bersama dengan Presiden
4)
Kekuasaan
mengadakan pemeriksaan keuangan Negara , disebut kekuasaan eksaminatif atau
kekuasaan inspektif, dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
5)
Kekuasaan
mempertahankan perudang-undangan Negara atau kekuasaan Yudikatif, dilakukan
oleh Mahkamah Agung (C.S.T Kansil : 1978,83).
Pada
masa ini lembaga tertingginya adalah MPR (Majelis
Permusyawaratan Rakyat), kemudian Presiden, DPA (Dewan Pertimbangan Agung), DPR
(Dewan Perwakilan Rakyat), BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), dan MA (Mahkamah
Agung).
a.
MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia
yang dimana MPR-lah pemegang kekuasaan tertinggi Negara dan pelaksana
kedaulatan rakyat sedangkan keanggotaan
MPR diisi oleh fraksi-fraksi seperti Fraksi ABRI, Fraksi Karya Pembangunan dan
lain-lain. MPR memiliki kewenangan untuk :
1). Memilih dan
mengangkat
presiden/mandatris dan wakil presiden untuk
membantu presiden.
2). Memberikan mandate
kepada presiden untuk
melaksanakan
Garis-Garis Besar Halauan
Negara
(GBHN) dan putusan-putusan MPR
lainnya.
3). Memberhentikan
presiden sebelum habis
masa jabatannya.
4). Menetapkan
Undang-Undang Dasar dan Mengubah Undang-
Undang Dasar,
5). Meminta dan
menilai pertanggung jawaban Presiden.
b.
Presiden
ialah penyelenggara kekuasaan pemerintahan negara tertinggi di bawah MPR, yang
dalam melakukan kewajibannya dibantu oleh satu orang wakil presiden ( pasal 4
UUD 1945). Presiden tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR dan pada akhir masa
jabatannya (5 tahun) memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan GBHN yang
ditetapkan UUD 1945 dan MPR di hadapan sidang MPR.
c. DPA
(Dewan Pertimbangan Agung) adalah badan penasehat pemerintah yang berkewajiban
memberi jawaban atas pertanyaan presiden. Disamping itu DPA berhak mengajukan
usul dan wajib mengajukan pertimbangan kepada presiden.
d. DPR
(Dewan Perwakilan Rakyat) yang seluruh anggotanya adalah anggota MPR
berkewajiban senantiasa mengawasi tindakan-tindakan Presiden dalam rangka
pelaksanaan halauan Negara. Apabila DPR menganggap Presiden sungguh melanggar
halauan Negara, maka DPR menyampaikan memorandum untuk mengingatkan Presiden. Selain
itu DPR memiliki kewenangan membentuk Undang-Undang termasuk menetapkan
Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bersama-sama dengan
Presiden.
e. BPK
(Badan Pemeriksa Keuangan) adalah badan yang memeriksa tanggung jawab tentang
keuangan negara yang dalam pelaksanaan tugasnya terlepas dari pengaruh
kekuasaan pemerintah, namun tidak berdiri di atas pemerintah. BPK memeriksa
semua pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara dan hasil
pemeriksaannya diberitahukan kepada DPR.
f. MA
(Mahkamah Agung) ialah badan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman yang dalam
pelaksanaan tugasnya, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan
pengaruh-pengaruh lainnya. Tugas Mahkamah Agung adalah memberikan
pertimbangan-pertimbangan dalam bidang hukum baik diminta maupun tidak kepada
lembaga-lembaga tinggi negara, juga memberikan nasehat hukum kepada
presiden/kepala negara untuk pemberian/penolakan grasi. Disamping itu Mahkamah
Agung mempunyai wewenang menguji seorang menteri hanya terhadap
peraturan-peraturan perundangan di bawah.
b. Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia
Setelah Amandemen UUD 1945
Salah satu agenda penting dari gerakan
reformasi adalah amandemen terhadap UUD 1945 yang kemudian berhasil dilaksanakan
selama 4 tahun berturut-turut melalui Sidang
Tahunan MPR yaitu tahun 1999, 2000, 2001,
dan tahun 2002.
Adapun Latar Belakang pelaksanaan Amandemen
UUD 1945 :
1.
Undang-Undang
Dasar 1945 membentuk struktur ketatanegaraan yang bertumpu pada kekuasaan
tertinggi di tangan MPR yang sepenuhnya melaksanakan kedaulatan rakyat. Hal ini
berakibat pada tidak terjadinya checks and balances pada
institusi-institusi ketatanegaraan.
2.
Undang-Undang
Dasar 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang kekuasaan
eksekutif (Presiden). Sistem yang dianut UUD 1945 adalah executive heavy yakni
kekuasaan dominan berada di tangan Presiden dilengkapi dengan berbagai hak
konstitusional yang lazim disebut hak prerogatif (antara lain: memberi grasi,
amnesti, abolisi dan rehabilitasi) dan kekuasaan legislatif karena memiliki
kekuasan membentuk Undang-undang.
3.
UUD 1945
mengandung pasal-pasal yang terlalu “luwes” dan “fleksibel” sehingga dapat
menimbulkan lebih dari satu penafsiran (multitafsir), misalnya Pasal 7 UUD 1945
(sebelum di amandemen).
4.
UUD 1945
terlalu banyak memberi kewenangan kepada kekuasaan Presiden untuk mengatur
hal-hal penting dengan Undang-undang. Presiden juga memegang kekuasaan
legislatif sehingga Presiden dapat merumuskan hal-hal penting sesuai
kehendaknya dalam Undang-undang.
Perubahan pada UUD 1945 setelah
amandemen membawa perubahan pula pada Sistem Ketatanegaraan yang dimana
sebelumnya MPR memiliki kekuasaan yang tidak terbatas dirubah menjadi
kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang Undang
Dasar.
a.
Kewenangan
MPR setelah Amandemen UUD 1945
:
1. Majelis
Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-undang Dasar.
2. Majelis
Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden.
3. Majelis
permusyawaratan Rakyat hanya dapat memberhentikan Presiden dan/atau Wakil
Presiden dalam masa jabatanya menurut Undang-Undang Dasar.
Amandemen juga
mencabut kekuasaan untuk membuat Undang - Undang dari tangan Presiden dan
memberikan kekuasaan untuk membuat Undang - Undang tersebut kepada DPR.
Sehingga jelas bahwa amandemen ingin mempertegas posisi check and balances
antara presiden sebagai lembaga eksekutif dan DPR sebagai lembaga legislatif.
b. Kewenangan
DPR setelah Amandemen UUD 1945 :
1. Membentuk
undang-undang yang dibahas dengan presiden untuk mendapatkan persetujuan
bersama.
2. Membahas
dan memberikan persetujuan peraturan pemerintahan pengganti undang-undang.
3. Menerima
dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang berkaitan dengan bidang tertentu
dan mengikutsertakannya dalam pembahasan.
4. Menetapkan
APBN bersama presiden dengan memperhatikan DPD.
5. Melaksanakan
pengawasan terhadap UU, APBN, serta kebijakan pemerintah, dan sebagainya.
Pergeseran lain adalah
terbentuknya lembaga perwakilan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia
sebagai utusan daerah yang dipilih secara
langsung melalui pemilihan umum.
c. Kewenangan
DPD :
1. Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia dapat mengajukan kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia Rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta
yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
2. Memberikan
pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atas Rancangan
undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan Rancangan
undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
d.
Kewenangan MA setelah Amandemen UUD
1945 :
1.
Berwenang mengadili pada tingkat kasasi,
menguji peraturan perundangundangan di bawah undang-undang terhadap
undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh
undang-undang.
2.
Mengajukan tiga orang anggota hakim
konstitusi.
3.
Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden
memberi grasi dan rehabilitasi.
e.
Kewenangan MK setelah Amandemen UUD 1945 :
1.
Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili
pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final.
2. Mahkamah
Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD 1945.
Dalam masa pasca amandemen terdapat lembaga baru yakni
KY (Komisi Yudisial).
f.
Kewenangan KY :
1.
Melakukan pengawasan terhadap Hakim agung
di Mahkamah Agung.
2.
Melakukan pengawasan terhadap Hakim pada
badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah MA.
Dan
Pasca Amandemen Anggota BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dipilih DPR dengan
memperhatikan pertimbangan DPD.
g.
Kewenangan BPK setelah Amandemen UUD 1945
:
1.
Mengawasi dan memeriksa pengelolaan
keuangan negara (APBN) dan daerah (APBD)
2.
Menyampaikan hasil pemeriksaan kepada DPR
dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum. Berkedudukan di ibukota
negara dan memiliki perwakilan di setiap provinsi.
Setelah amandemen kewenangan dan tugas
Presiden lebih dipertegas lagi tidak sama halnya pada masa sebelum amandemen.
h. Kewenangan
Presiden setelah Amandemen UUD 1945 :
1. Presiden
berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
2. Presiden
menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang
sebagaimana
mestinya.
3. Dalam hal
ihwal kegentingan yang memmaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan
Pemerintah sebagai Pengganti Undang-undang.
4. Peraturan
Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam
persidangan berikut.
5. Jika tidak
mendapat persetujuan maka Peraturan Pemerintah itu harus dicabut.
3.3 Kondisi Republik Indonesia dalam Menjalankan Sistem Ketatanegaraannya
pada Saat ini
Menurut
Bapak Sulardi (Dosen Hukum Tata Negara
Universitas Muhammadiyah Malang) arah pembangunan ini mulai tak terarah sejak
GBHN hilang dari peredarannya meskipun sudah terdapat Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Visi pembanguan nasional 2005-2025
adalah Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Visi itulah yang hingga
saat ini belum ditemukan wujudnya. Alih-alih terwujud, keresahan dan
ketidakpastian masa depan bangsa justru ada di depan mata dan bahkan menjauh
dari nilai-nilai Pancasila.
Sistem presidensial, yang berlaku sekarang, membawa
konsekuansi bahwa presiden dipilih oleh rakyat. Karena presiden dipilih oleh
rakyat, dia bertanggung jawab kepada rakyat dan konstitusi. Dengan demikian,
konsekuensi ketatanegaraan berkaitan dengan arah pembanguan nasional ditentukan
oleh presiden dengan mewujudkan janji-janji yang dia kampanyekan menjelang
pemilihan presiden. Janji-janji itulah yang semestinya diwujudkan dalam visi
dan misi RPJPN, yang dapat diurai menjadi pembangunan jangka pendek dan jangka
panjang.
Hasrat untuk kembali menghadirkan GBHN yang disusun
oleh MPR sebagai pedoman pembangun nasional secara konstitusional telah
tertutup. Bangsa ini sebaiknya menghormati dan melaksanakan kesepakatan yang
diwujudkan dari hasil perubahan UUD 1945. Kini presiden bukan lagi bawahan MPR
dan MPR bukan lagi pemegang dan pelaksana kedaulatan rakyat, sehingga tidak
mungkinlah memaksa MPR menyusun GBHN dan menyodorkan kepada presiden untuk
melaksanakan. Inilah konsekuensi dari perubahan.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Sistem
Ketatanegaraan dapat diartikan sebagai suatu bentuk hubungan antar lembaga
negara dalam mengatur kehidupan bernegara. Sistem
ketatanegaraan Republik Indonesia pada masa sebelum Amandemen UUD 1945 memiliki
kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari system ketatanegaraan sebelum
Amandemen ialah sistem ketatanegaraannya lebih terarah dan pemerintah hanya
fokus pada target yang telah ditentukan sebelumnya serta Kekurangannya ialah tidak ada campur tangan
rakyat dalam menentukan kebijakan sehingga dalam pembuatan system
ketatanegaraan hanya menguntungkan pihak-pihak yang berkuasa.
Sedangkan sesudah
Amandemen UUD 1945 sistem ketatanegaraan Republik Indonesia lebih mengutamakan
aspirasi rakyat daripada pihak-pihak yang berkuasa. Namun di balik itu, tidak
terarahnya system ketatanegaraan tersebut karena terlalu banyak yang
ditargetkan.
Pada intinya, sistem
ketatanegaraan Republik Indonesia telah melalui alur waktu yang panjang. Alur
waktu yang lambat laun menyeret Republik Indonesia untuk melakukan penyesuaian
dan perubahan-perubahan baru dalam sistem ketatanegaraannya.
Perubahan-perubahan ini mempunyai landasan hukum yang jelas yang tertuang dalam
Amandemen-amandemen UUD 1945. Dalam setiap perubahan-perubahan, Negara Republik
Indonesia selalu berusaha menjadi lebih baik yang meskipun pada kenyataannya
masih saja terdapat kekurangan-kekurangan pada setiap perubahan tersebut.
3.2 Saran
Ketika pemerintah dihadapkan pada
suatu pilihan dalam menentukan kebijakan yang begitu besar pengaruhnya pada
negara ini diharapkan lebih fokus pada suatu target sehingga pemerintah lebih
mudah dalam implementasinya. Dan juga ketika pemerintah memiliki ambisi yang
begitu besar pada negara ini, hal itu sebenarnya wajar dan baik. Akan tetapi
jika semua itu tidak didukung oleh penerapan sistem ketatanegaraan yang adil
dan bijaksana, maka ambisi-ambisi itu hanyalah sekedar mimpi. Oleh karena itu,
kelompok kami begitu berharap kepada seluruh jajaran Pemerintah Negara Republik
Indonesia untuk menerapkan sistem ketatanegaraan yang berlaku dengan adil dan
bijaksana serta memusatkan tujuan pada suatu target yaitu Negara Republik
Indonesia menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.wikipedia.org/wiki/Negara (Diakses pada tanggal 6 September 2016)
https://blogdenni.wordpress.com/unsur-unsur-terbentuknya-negara/ (Diakses pada tanggal 6 September 2016)
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=8&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjK-N-C3fnOAhVGNI8KHbaVDrkQFghHMAc&url=http%3A%2F%2Frowland_pasaribu.staff.gunadarma.ac.id%2FDownloads%2Ffiles%2F36623%2Fbab-10-konstitusi-dan-ketatanegaraan-indonesia.pdf&usg=AFQjCNGOcGah2995rjR0TfwHKzijtZW4zg&sig2=2odqUY3qCFU0nZbZ4MiSng
(Diakses pada tanggal 7 September 2016)
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=16&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjv7KCq2_nOAhVKRo8KHR9eDns4ChAWCDowBQ&url=http%3A%2F%2Fwww.unaki.ac.id%2Fejournal%2Findex.php%2Fjurnal-informatika%2Farticle%2Fdownload%2F12%2F11&usg=AFQjCNHwMXam6md-4C05sxCHgeLYcoMjNQ&sig2=KuwjORsk_nr8azhOORvezA
(Diakses pada tanggal 7 September 2016)
http://digilib.unila.ac.id/4921/13/BAB%20II.pdf
(Diakses pada tanggal 7 September 2016)
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=28&ved=0ahUKEwiA4pvE3PnOAhWHK48KHS9MApY4FBAWCEMwBw&url=http%3A%2F%2Faldaulah.uinsby.ac.id%2Findex.php%2Faldaulah%2Farticle%2Fdownload%2F122%2F109&usg=AFQjCNEXOhFpkb2EEqZwziFiweF-hxLtZg&sig2=yV_kkpE28bX78ZKUmDx1ag&cad=rja
(Diakses pada tanggal 7 September 2016)
https://benzmanroe.wordpress.com/2010/05/06/pancasila-dalam-konteks-ketatanegaraan-bangsa-indonesia/
(Diakses pada tanggal 11 September 2016)
https://www.tempo.co/read/kolom/2016/08/31/2380/gbhn-dan-sistem-presidensial (Diakses pada tanggal 13 September 2016)
Hartati, A. dan Sarwono. (2011). Pendidikan
Kewarganegaraan. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Kementrian
Pendidikan Nasional.
thx
ReplyDelete