Monday, October 9, 2017

Makalah Konsep Dasar PKn Berbasis K13

BAB I. PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan nasional kita masih menghadapi berbagai macam persoalan. Persoalan itu memang tidak akan pernah selesai, karena substansi yang ditransformasikan selama proses pendidikan dan pembelajaran selalu berada di bawah tekanan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kemajuan masyarakat. Salah satu persoalan pendidikan kita yang masih menonjol saat ini adalah adanya kurikulum yang silih berganti dan terlalu membebani anak tanpa ada arah pengembangan yang betul-betul diimplementasikan sesuai dengan perubahan yang diinginkan pada kurikulum tersebut.
Tidak bisa dipungkiri bahwa perubahan kurikulum selalu mengarah pada perbaikan sistem pendidikan. Perubahan tersebut dilakukan karena dianggap belum sesuai dengan harapan yang diinginkan sehingga perlu adanya revitalisasi kurikulum. Usaha tersebut mesti dilakukan demi menciptakan generasi masa depan berkarakter, yang memahami jati diri bangsanya dan menciptakan anak yang unggul, mampu bersaing di dunia internasional.
Kurikulum sifatnya dinamis karena selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan dan tantangan zaman. Semakin maju peradaban suatu bangsa, maka semakin berat pula tantangan yang dihadapinya. Persaingan ilmu pengetahuan semakin gencar dilakukan oleh dunia internasional, sehingga Indonesia juga dituntut untuk dapat bersaing secara global demi mengangkat martabat bangsa. Oleh karena itu, untuk menghadapi tantangan yang akan menimpa dunia pendidikan kita, ketegasan kurikulum dan implementasinya sangat dibutuhkan untuk membenahi kinerja pendidikan yang jauh tertinggal dengan negara-negara maju di dunia.
Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan proses berkembangnya kualitas pribadi peserta didik sebagai generasi penerus bangsa di masa depan, yang diyakini akan menjadi faktor determinan bagi tumbuh kembangnya bangsa dan negara Indonesia sepanjang jaman.
Dari sekian banyak unsur sumber daya pendidikan, kurikulum merupakan salah satu unsur yang memberikan kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Jadi tidak dapat disangkal lagi bahwa kurikulum yang dikembangkan dengan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi: (1) manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah; dan (2) manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, man-diri; dan (3) warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi merupakan salah satu strategi pembangunan pendidikan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran pendidikan kewarganegaraan untuk sekolah dasar?
2. Bagaimana strategi dan metode pembelajaran pkn?
3. Bagaimana penilaian proses dan hasil belajar pkn?
4. Bagaimana model pembelajaran berbasis proyek dan kurikulum 2013?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui pendidikan kewarganegaraan untuk sekolah dasar.
2. Untuk mengetahui strategi dan metode pembelajaran pkn.
3. Untuk mengetahui penilaian proses dan hasil belajar pkn.
4. Untuk mengetahui model pembelajaran berbasis proyek dan kurikulum 2013.








BAB II. PEMBAHASAN

2.1 PERAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN UNTUK SEKOLAH DASAR
A. PARADIGMA BARU PKN DI SD
Paradigma berarti suatu model atau kerangka berpikir yang digunakan dalam proses pendidikan kewarganegaraan di Indonesia. Sejalan dengan dinamika perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ditandai oleh semakin terbukanya persaingan antarbangsa yang semakin ketat, maka bangsa Indonesia mulai memasuki era reformasi di berbagai bidang menuju kehidupan masyarakat yang lebih demokratis.
Dalam masa transisi atau proses perjalanan bangsa menuju masyarakat madani (civil society), pendidikan kewarganegaraan sebagai salah satu mata pelajaran di persekolahan perlu menyesuaikan diri sejalan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang sedang berubah. Proses pembangunan karakter bangsa (nation character building) yang sejak proklamasi kemerdekaan RI telah mendapat prioritas, perlu direvitalisasi agar sesuai dengan arah dan pesan konstitusi Negara RI. Pada hakekatnya, proses pembentukan karakter bangsa diharapkan mengarah pada penciptaan suatu masyarakat Indonesia yang menempatkan demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai titik sentral. Dalam proses itulah, pembangunan karakter bangsa kembali dirasakan sebagai kebutuhan yang sangat mendesak dan tentunya memerlukan pola pemikiran atau paradigma baru.
Tugas PKn dengan paradigma barunya yaitu mengembangkan pendidikan demokrasi mengemban tiga fungsi pokok, yakni mengembangkan kecerdasan warganegara (civic knowledge), membina keterampilan warga negara (civic skill) dan membentuk watak warga negara (civic disposition). Kecerdasan warganegara yang dikembangkan untuk membentuk warga negara yang baik bukan hanya dalam dimensi rasional, melainkan juga dalam dimensi spiritual, emosional, dan sosial sehingga paradigma baru PKn bercirikan multidimensional. Selanjutnya, untuk mengembangkan masyarakat yang demokratis melalui pendidikan kewarganegaraan diperlukan suatu strategi dan pendekatan pembelajaran khusus yang sesuai dengan paradigma baru PKn. Model pembelajaran yang berbasis portofolio yang lebih dikenal dengan “Proyek-belajar Kewarganegaraan Kami Bangsa Indonesia (PKKBI)” dianggap sebagai model pembelajaran yang paling tepat dan sesuai dengan paradigma baru PKn. Keunggulan dari paradigma baru PKn dengan model pembelajaran yang memfokuskan pada kegiatan belajar siswa aktif (active students learning) dan pendekatan inkuiri (inquiry approach). Model pembelajaran PKn dengan paradigma baru memiliki karakteristik:
a. Membelajarkan dan melatih siswa berpikir kritis
b. Membawa siswa mengenal, memilih dan memecahkan masalah
c. Melatih siswa dalam berpikir sesuai dengan metode ilmiah
d. Melatih siswa untuk berpikir dengan ketrampilan sosial lain yang sejalan dengan pendekatan inkuiri.
B. STRATEGI DAN METODE PEMBELAJARAN PKN
1. Pembelajaran Portofolio
a. Konsep Dasar Portofolio
Portofolio dapat diartikan sebagai suatu wujud benda fisik, sebagai suatu proses sosial pedagogis, maupun sebagai adjective. Sebagai suatu benda fisik, portofolio adalah bundel, yakni kumpulan atau dokumentasi hasil pekerjaan peserta didik yang disimpan pada suatu bundel. Misalnya hasil tes awal (pre test), tugas tugas, catatan anekdot, piagam penghargaan, keterangan melaksanakan tugas terstruktur, hasil tes akhir (post test), dan sebagainya. Sebagai suatu proses sosial pedagogis, portofolio adalah collection of learning experience yang terdapat di dalam pikiran peserta didik, baik yang berwujud pengetahuan (kognitif), keterampilan (skill), maupun nilai dan sikap (afektif). Adapun sebagai suatu adjective, portofolio sering kali disandingkan dengan konsep lain, misalnya dengan konsep pembelajaran dan penilaian. Jika disandingkan dengan konsep pembelajaran maka dikenal istilah pembelajaran berbasis portofolio (portfolio based learning), sedangkan jika disandingkan dengan konsep penilaian maka dikenal istilah penilaian berbasis portofolio (portfolio based assessment) (Dasim Budimansyah, 2002: 1-2).
Berdasarkan uraian di atas, pengertian portofolio di sini adalah suatu kumpulan pekerjaan siswa dengan maksud tertentu dan terpadu yang diseleksi menurut panduan-panduan yang ditentukan (Iim Wasliman dan Numan Somantri, 2002: 47). Panduan yang dipakai berdasarkan pada mata pelajaran dan tujuan penilaian portofolio. Apabila dikaitkan dengan pembelajaran PKn, maka portofolio merupakan kumpulan informasi yang tersusun dengan baik yang menggambarkan rencana kelas siswa berkenaan dengan suatu isu kebijakan publik yang telah diputuskan untuk dikaji, baik dalam kelompok kecil maupun kelas secara keseluruhan (Udin S Winataputra, 2005).
Portofolio kelas berisi bahan-bahan seperti pernyataan tertulis, peta, grafik, photografi, dan karya seni asli. Bahan-bahan tersebut menggambarkan beberapa hal yang telah dipelajari siswa berkenaan dengan: (a) masalah yang telah dipilih, (b) alternatif pemecahan masalah, (c) kebijakan publik yang telah dipilih atau dibuat siswa untuk mengatasi masalah, dan (d) rencana tindakan agar pemerintah menerima kebijakan yang diusulkan siswa. Terkait dengan mata pelajaran PKn yang berperan penting dalam menyiapkan warga negara yang berkualitas, sehingga dapat berpartisipasi aktif, diperlukan bekal pengetahuan dan keterampilan, pengalaman praktis, dan pemahaman tentang pentingnya warga negara. Oleh karena itu, sudah selayaknya pembelajaran PKn dapat membekali siswa dengan pengetahuan dan keterampilan warga negara yang memadai serta pengalaman praktis agar memiliki kompetensi dalam berpartisipasi. Namun demikian, tidak semua materi pelajaran dalam PKn dapat disampaikan dengan metode portofolio. Pembelajaran PKn yang berbasis portofolio memperkenalkan mendidik siswa dengan beberapa metode dan langkah-langkah yang dipergunakan dalam proses politik. Pembelajaran ini bertujuan untuk membina komitmen aktif para siswa terhadap kewarganegaraan dan pemerintahannya dengan cara:
a) Membekali pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk berpatisipasi secara efektif
b) Membekali pengalaman praktis yang dirancang untuk mengembangakan kompetensi dan efektivitas partisipasi
c) Mengembangkan pemahaman akan pentingnya partisipasi warga Negara (Udin S Winataputra, 2005).



b. Langkah-langkah Portofolio
Dalam pembelajaran PKN berbasis portofolio, kelas dibagi ke dalam empat kelompok. Setiap kelompok bertanggung jawab untuk membuat satu bagian portofolio kelas. Tugas-tugas setiap kelompok portofolio adalah sebagai berikut:
a) Kelompok portofolio satu: menjelaskan masalah
Kelompok ini bertanggungjawab menjelaskan masalah yang dipilih sebagai kajian kelas. Selain itu juga harus menjelaskan beberapa hal yang meliputi alasan mengapa yang disajikan adalah masalah yang penting untuk dipecahkan dan mengapa badan atau tingkat pemerintahan tertentu harus menyelesaikan masalah tersebut.
b) Kelompok portofolio dua: menilai kebijakan alternatif yang disarankan untuk memecahkan masalah
Kelompok ini bertanggungjawab menjelaskan kebijakan-kebijakan yang sudah ada dan atau menjelaskan kebijakan-kebijakan alternatif yang dibuat untuk memecahkan masalah.
c) Kelompok portofolio tiga: mengusulkan kebijakan publik untuk mengatasi masalah
Kelompok ini bertanggungjawab untuk mengembangkan dan menerangkan dengan tepat suatu kebijakan tertentu yang disepakati dan didukung oleh seluruh kelas untuk memecahkan masalah.
d) Kelompok portofolio empat: membuat rencana tindakan
Kelompok ini bertanggungjawab membuat rencana tindakan yang menunjukkan bagaimana cara warga negara dapat mempengaruhi pemerintah untuk menerima kebijakan yang didukung oleh kelas. Karya keempat kelompok akan diutamakan pada portofolio kelas. Karya tersebut memiliki dua seksi, yaitu :
a) seksi penayangan. Hasil karya (hasil penelitian dan pengumpulan informasi) masing-masing dari keempat kelompok ditempelkan pada satu bidang panel dari papan tayangan empat panel. Tayangan ini dibuat sedemikian rupa sehingga dapat diletakkan di atas meja, papan buletin, atau pada emat kudakuda. Bahan-bahan yang ditayangkan meliputi pernyataan-pernyataan tertulis, daftar sumber, peta, grafik, foto, karya seni asli, dan sebagainya.
b) seksi dokumentasi. Keempat kelompok harus memilih bahan-bahan yang terkumpul, bahan-bahan terbaik yang mendokumentasikan atau memberi bukti penelitiannya. Bahan-bahan yang dipilih harus mewakili contoh-contoh penelitian terpenting dan/atau paling bermakna yang telah dikerjakan siswa. Tidak semua penelitian harus dimasukkan. Bahan-bahan ini dimasukkan ke dalam sebuah map jepit. Gunakan pemisah berwarna beda untuk memisahkan keempat seksi dokumentasi dari keempat kelompok portofolio tersebut. Siapkan daftar isi untuk setiap seksi.
c. Prinsip-Prinsip Dasar Model Pembelajaran Berbasis Portofolio.
·         Prinsip Belajar Siswa Aktif
Proses pembelajaran dengan menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Portofolio (MPBP) berpusat pada siswa. Dengan demikian model ini menganut prinsip belajar siswa aktif. Aktivitas siswa hampir di seluruh proses pembelajaran, dari mulai fase perencanaan di kelas, kegiatan di lapangan, dan pelaporan. Dalam fase perencanaan aktifitas siswa terlihat pada saat mengidentifikasi masalah dengan menggunakan teknik bursa ide (brain storming). Setiap siswa boleh menyampaikan masalah yang menarik baginya di samping tentu saja yang berkaitan dengan materi pelajaran. Setelah masalah terkumpul, siswa melakukan voting untuk memilih salah satu masalah dalam kajian kelas.
·         Kelompok Belajar Kooperatif
Prinsip ini merupakan proses pembelajaran yang berbasis kerjasama. Kerja sama antar siswa dan antar komponen-komponen lain di sekolah, termasuk kerja sama sekolah dengan orang tua siswa dan lembaga terkait. Kerja sama antar siswa jelas terlihat pada saat kelas sudah memilih satu masalah untuk bahan kajian bersama. Semua pekerjaan disusun, orang-orangnya ditentukan, siapa mengerjakan apa, merupakan satu bentuk kerjasama itu.
·         Pembelajaran Partisipatorik
Model pembelajaran portofolio melatih siswa belajar sambil melakoni (learning by doing). Salah satu bentuk pelakonan itu adalah siswa belajar hidup berdemokrasi. Sebab dalam tiap langkah dalam model ini memiliki makna yang ada hubungannya dengan praktek hidup demokrasi. Sebagai contoh pada saat memilih masalah untuk kajian kelas memiliki makna bahwa siswa dapat menghargai dan menerima pendapat yang didukung suara terbanyak. Pada saat berlangsungnya perdebatan, siswa belajar mengemukakan pendapat, mendengarkan pendapat orang lain, menyampaikan kritik dan sebaliknya belajar menerima kritik, dengan tetap berkepala dingin.
·         Reactive Teaching
Penerapkan model pembelajaran berbasis portofolio, guru perlu menciptakan strategi yang tepat agar siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Motivasi yang seperti itu akan tercipta kalau guru dapat meyakinkan siswa akan kegunaan materi bagi kehidupan nyata. Demikian juga guru harus dapat menciptakan situasi sehingga materi pelajaran selalu menarik, tidak membosankan. guru harus punya sensifitas yang tinggi untuk segera mengetahui apakah kegiatan pembelajaran sudah membosankan siswa.
d. Asesmen Portofolio
Asesmen portofolio adalah suatu prosedur pengumpulan informasi mengenai perkembangan dan kemampuan siswa melalui portofolionya, dimana pengumpulan informasi tersebut dilakukan secara formal dengan menggunakan kriteria tertentu, untuk tujuan pengambilan keputusan terhadap status siswa.
Dalam suatu portofolio terdapat paling sedikit tujuh elemen pokok, yaitu (1) adanya tujuan yang jelas, dan dapat mencakup lebih dari satu ranah, (2) kualitas hasil (outcome), (3) bukti-bukti otentik yang mencerminkan dunia nyata dan bersifat multi sumber, (4) kerjasama siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru, (5) penilaian yang integratif dan dinamis karena mencakup multidimensi, (6) adanya kepemilikan (ownership) melalui refleksi diri dan evaluasi diri, (7) perpaduan asesmen dengan pembelajaran.
Salah satu alasan asesmen portofolio digunakan dalam dunia pendidikan dewasa ini adalah karena adanya ketidakpuasan terhadap penggunaan tes-tes baku yang dianggap tidak mampu menampilkan kemampuan siswa secara menyeluruh. Dalam konteks ini, yang dimaksud dengan tes baku adalah tes-tes yang secara tradisional digunakan untuk mengukur perkembangan belajar. Tes-tes tersebut kebanyakan berbentuk tes objektif dimana hanya ada satu pilihan jawaban yang benar. Tes-tes tersebut dikembangkan dalam format pilihan ganda, satu butir tes disediakan tiga hingga lima kemungkinan jawaban. Sebelum digunakan, tes-tes tersebut distandarisasi terlebih dahulu. Dalam perkembangan berikutnya, tes-tes di kelas pun, yang sifatnya formatif, juga menggunakan bentuk-bentuk tes baku tersebut. De Fina (1994) merangkum ciri-ciri dari asesmen portofolio dan tes baku sebagai berikut.
NO.
ASESMEN PORTOFOLIO
TES BAKU
1.
Terjadi pada situasi alamiah
Situasi ujian, tidak alamiah
2.
Memberi kesempatan siswa menunjukkan kelebihan maupun kelemahannya
Menunjukkan kelemahan siswa dalam suatu hal tertentu
3.
Informasinya bersifat langsung, pada saat itu (hands-on)
Tidak memberikan informasi diagnostik
4.
Asesmen dapat dilakukan bersama-sama antara guru, orangtua, dan bahkan siswa
Menunjukkan ranking
5.
Bersifat terus-menerus (ongoing), sehingga memberikan kesempatan beragam untuk dilakukan asesmen
Kesempatan hanya sekali untuk mengases kemampuan dalam suatu hal tertentu
6.
Mengases hal-hal secara realistis dan bermakna
Mengases hal-hal secara artificial, tidak sesuai dengan keseharian yang ada
7.
Memberi kesempatan siswa melakukan refleksi terhadap karya dan pengetahuannya
Mengharapkan hanya satu respons yang benar
8.
Memberi kesempatan refleksi bagi orang lain yang berkepentingan, mengenai pengetahuan siswa dan karya-karyanya
Memberikan data-data numeric yang kadangkala menakutkan dan secara esensial tidak bermakna
9.
Mendorong temu wicara (conference) antara guru dan siswa
Mengharuskan pertemuan antara guru dengan administrator
10.
Menempatkan siswa sebagai pusat proses pendidikan karena gambaran keadaannya berguna untuk perbaikan kurikulum dan pembelajaran
Mendukung kurikulum sebagai pusat proses pendidikan
Dari perbandingan di atas dapat dilihat bahwa asesmen portofolio menunjukkan beberapa kelebihan yang tidak diperoleh dari tes objektif, yaitu seperti adanya penilaian yang berkelanjutan, menghargai siswa sebagai individu dengan keunikan masing-masing, dan adanya pengembangan metakognisi melalui refleksi dan evaluasi diri.
Terdapat tiga komponen utama dalam asesmen kinerja seperti asesmen portofolio, yaitu tugas kinerja (performance task), rubrik performansi (performance rubrics), dan cara penilaian (scoring guide). Tugas kinerja adalah suatu tugas yang berisi topik, standar tugas, deskripsi tugas, dan kondisi penyelesaian tugas. Rubrik performansi merupakan suatu rubrik yang berisi komponen-komponen suatu performansi ideal, dan deskriptor dari setiap komponen tersebut. Cara penilaian kinerja ada tiga, yaitu (1) holistic scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan impresi penilai secara umum terhadap kualitas performansi; (2) analytic scoring, yaitu pemberian skor terhadap aspek-aspek yang berkontribusi terhadap suatu performansi; dan (3) primary traits scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan beberapa unsur dominan dari suatu performansi.
Untuk menilai suatu portofolio, Tierney, Carter, dan Desai (1991) menyarankan agar portofolio dinilai secara kontinum (dari sangat baik hingga sangat kurang baik), dan dikomentari secara deskriptif. Komentar deskriptif tersebut berisi antara lain pujian atas hal-hal baik dari portofolio tersebut, dan saran-saran untuk perbaikan hal-hal yang masih perlu ditingkatkan. Dengan demikian untuk nilai raport, pengajar akan memiliki nilai dari setiap entri, setiap folder, dan ulangan (bila tetap diadakan, baik ulangan formatif maupun sumatif). Dapat dibayangkan banyaknya informasi (nilai) yang dimiliki oleh pengajar. Oleh karena itu, perlu ditentukan bobot untuk portofolio, ulangan formatif, dan sumatif (folder portofolio dapat digunakan sebagai bahan penilaian formatif maupun sumatif). Di dalam portofolio itu sendiri, perlu ditetapkan porsi/bobot untuk domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Penentuan bobot tersebut harus disesuaikan dengan tujuan/kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Kemp dan Toperoff (1996) mengatakan dengan kelebihan-kelebihan ini portofolio dapat memacu keterlibatan (involvement) dalam belajar, meningkatkan motivasi, dan prestasi. Asesmen portofolio mengandung tiga elemen penting yaitu: (1) sampel karya siswa, (2) evaluasi diri, dan (3) kriteria penilaian yang jelas dan terbuka.
2. Modeling
Modeling dalam pembelajaran PKn sangatlah penting, mengingat PKn terdiri dari rumpun politik, hukum, dan moral. Dalam pembelajaran nilai moral, teladan dari seseorang yang dijadikan model oleh siswa sangat berperan untuk terinternalisasinya nilai moral yang diajarkan. Model yang digunakan dapat berupa:
1) manusia, terdiri dari tokoh masyarakat, pahlawan, pemimpin bangsa.
2) model nonmanusia, terdiri dari dongeng dan fabel (Abdul Gafur, 2006: 5)
3. Conditioning
Conditioning, yaitu penciptaan situasi dan kondisi yang mengharuskan seseorang berperilaku/berbuat sesuai kondisi yang diciptakan. Misalnya sarana antrean, sarana masuk keluar swalayan, sarana masuk keluar tempat parkir (Abdul Gafur, 2006: 5). Dengan penciptaan kondisi yang demikian serta mengharuskan siswa untuk melakukannya sesuai dengan aturan yang berlaku akan dapat digunakan sebagai metode untuk menanamkan nilai moral disiplin, kesabaran, toleransi.
4. Gaming
Gaming merupakan metode pembelajaran yang menghendaki siswa berlombalomba untuk menentukan menang kalah. Contoh pembelajaran melalui metode gaming adalah broken square, team game tournament, cerdas cermat (Abdul Gafur, 2006: 5).

5. Teaching
Teaching merupakan metode pembelajaran PKn dengan cara memberikan ajaran (piwulang) bagaimana seharusnya seseorang harus berperilaku atau tidak berperilaku. Misalnya ajaran bagaimana bersikap kepada orang tua, bagaimana berbahasa, bagaimana cara makan, minum dan sebagainya. (Abdul Gafur, 2006:6).
6. Value Clarification Technicque (VCT)
VCT merupakan metode menanamkan nilai (values) dengan cara sedemikian rupa sehingga peserta didik memperoleh kejelasan/kemantapan nilai. Teknik yang digunakan dalam VCT bisa berupa angket dan tanya jawab (Abdul Gafur, 2006: 6). Lahirnya metode ini merupakan upaya untuk membina nilai-nilai yang diyakini, sehubungan dengan timbulnya kekaburan nilai atau konflik nilai di tengah-tengah kehidupan masyarakat (Soenarjati dan Cholisin, 1986 : 124).

Melalui pembelajaran dengan VCT siswa diajarkan untuk: (1) memberikan nilai atas sesuatu, (2) membuat penilaian yang rasional dan dapat dipertanggungjawabkan, (3) memiliki kemampuan serta kecenderungan untuk mengambil keputusan yang menyangkut masalah nilai dengan jelas, rasional dan objektif, dan (4) memahami dan mengamalkan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Tabel berikut ini menjelaskan mengenai keunggulan dan kelemahan VCT. Keunggulan Kelemahan siswa belajar lebih aktif Masalah nilai (value) merupakan masalah abstrak, sehingga sulit diungkap secara kongkrit siswa mendapat kejelasan tentang nilainilai yang dapat dipertahankan secara moral Terjadinya perbedaan pendapat dalam masalah nilai sulit dihindari, sehingga kadang-kadang mengundang kebingungan para siswa Masalah nilai adalah masalah apa yang diinginkan, seharusnya (normatif), karenanya sering terdapat kesenjangan dengan apa yang terjadi dalam praktek nyata (empiris) Untuk mengambil keputusan nilai secara rasional obyektif dari konflik atau dilema nilai, dapat digunakan beberapa teknik VCT, diantaranya kartu penilaian dan tahap tahap analisa dilema nilai.


1) Kartu penilaian
Dalam teknik ini siswa diajak memberikan penilaian dan menentukan keputusan, memecahkan masalah, memberikan penilaian dan menentukan sikap yang rasional. Berikut ini disajikan contoh format kartu penilaian.

NAMA SISWA/KELOMPOK                                              :..............................
KELAS                                                                                   :..............................
MASALAH YANG AKAN DIPECAHKAN/DINILAI     :..............................
DASAR PERTIMBANGAN PENILAIAN/PEMECAHAN           :..............................

1. Data/fakta yang dijadikan sumber ialah :               1)
2)
3)
4)
5)
6)
2. Pertimbangan-Pertimbangan (analisis dan pemikiran) kami ialah :
3. Kesimpulan pemikiran/pendapat kami :
4. Pemecahan dan alasannya:
5. Penjelasan lain:
2) Tahap-Tahap Analisa Dilema Nilai
Untuk dapat mengambil keputusan terhadap dilema nilai yang dihadapi, ada 7 tahap yang harus dilewati agar sampai pada pemecahan masalah yang rasional obyektif (Soenarjati & Cholisin, 1994: 126-127) . Ketujuh tahap tersebut meliputi:
a) Menentukan peristiwa yang merupakan dilema (dilemma)
b) Menentukan alternatif-alternatif apa yang akan dikerjakan untuk memecahkan dilema (alternatives)
c) Menentukan akibat-akibat apa yang akan terjadi dari masing-masing alternatif yang akan dikerjakan (consequenes)
d) Jika akaibat-akaibat itu terjadi (tahap 3) bagaimana akibatnya dalam jangka panjang dan jangka pendek (consequenes of consequeces)
e) Fakta-fakta atau bukti-bukti apa yang menunjukkan bahwa akibat-akibat itu akan terjadi (what evidence is there that consequences will occur)
f) Mengadakan penilaian (asasmen) mengenai akibat mana yang baik dan akibat mana yang buruk, berdasarkan pada kriteria tertentu
g) Mengambil keputusan nilai mana yang akan dilaksanakan (decision).
Metode lainnya dalam pembelajaran PKn, yaitu ceramah bervariasi, tanya jawab, bermain peran, karya wisata, dan permainan simulasi (Soenarjati & Cholisin, 1994). Semua metode itu mengarah pada pengembangan kemampuan siswa. Secara rinci di bawah ini adalah uraian masing-masing metode.
a. Ceramah Bervariasi
Metode ceramah jarang sekali diterapkan dalam pembelajaran tanpa dibarengi dengan metode yang lain. Biasanya penggunaan metode ceramah dikombinasikan dengan metode pembelajaran yang lain, yang kemudian dikenal dengan sebutan ceramah bervariasi.
Metode ceramah bervariasi muncul sebagai upaya untuk:
1) Menutupi atau mengimbangi kelemahan metode ceramah murni.
2) Memusatkan perhatian siswa kepada pokok masalah yang sedang dibahas dalam aktivitas belajar mengajar.
3) Mengontrol daya tangkap siswa terhadap isi ceramah.
4) Melibatkan potensi (indra) siswa secara optimal (tidak hanya pendengaran saja)
Sementara itu, metode ceramah murni merupakan cara penyajian dan penyampaian materi pelajaran dari guru kepada siswa secara lisan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ciri-ciri metode ini, seorang guru berbicara terus menerus secara monoton, sedang siswa berperan sebagai pendengar, sehingga yang terjadi adalah interaksi searah, yaitu hanya diwarnai dengan inisiatif guru kepada siswa bukan sebaliknya.

Metode ceramah murni dapat diterapkan apabila:
1) peserta yang hadir dalam jumlah relatif besar
2) materi pelajaran bersifat informatif, sehingga guru hanya berperan sebagai pemberi informasi saja
3) guru pandai menggunakan kata-kata yang tepat untuk menggambarkan informasi yang hendak disampaikan
4) suasana cukup tenang
5) siswa cukup mampu untuk menangkap ungkapan-ungkapan lisan dari gurunya.
b. Tanya Jawab
Menurut Jusuf Djajadisastra (dalam Soenarjati & Cholisin, 1994: 120) metode tanya jawab adalah suatu cara untuk menyampaikan atau menyajikan bahan pelajaran dalam bentuk pertanyaan dari guru yang harus dijawab oleh siswa. Metode tanya jawab akan lebih tepat digunakan jika dikombinasikan dengan metode ceramah atau metode lainnya, siswa terhimpun dalam kelas (jumlah) yang relatif kecil, dan siswa sudah dapat menguasai materi pelajaran yang telah diberikan dengan baik. Seperti halnya metode yang lain, metode tanya jawab juga mengandung keunggulan dan kelemahan.
c. Diskusi
Metode diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan menugaskan pelajar atau kelompok pelajar melaksanakan percakapan ilmiah untuk mencari kebenaran dalam rangka mewujudkan tujuan pelajaran (Soenarjati & Cholisin, 1994: 121). Peranan siswa dalam diskusi adalah berusaha dengan jujur untuk memperoleh suatu keputusan atau kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan menjadi kesepakatan bersama. Jalannya diskusi diatur oleh seorang pemimpin sidang (moderator). Metode diskusi dapat diterapkan apabila guru ingin melatih siswa untuk dapat berpikir dan mengemukakan hasil pikirannya (pendapat) secara lisan, dan topik yang diketengahkan oleh guru memang bersifat problematis, bukan merupakan informasi atau doktrin.
d. Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Metode pemecahan masalah (problem solving) adalah suatu cara mengajar yang memberikan kesempatan pada semua siswa untuk menganalisis dan melakukan sintesis dalam kesatuan struktur atau situasi di mana masalah itu berada, atas inisiatif sendiri. Metode ini dipakai apabila: (1) ada keinginan untuk mengembangkan kemampuan berfikir, terutama di dalam mencari akibat-akibat dan tujuan suatu masalah, (2) memecahkan dan atau menganalisa masalah dari berbagai sudut pandang, dan (3) memberikan pengetahuan dan kecakapan praktis yang mempunyai nilai guna bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari.
e. Inquiry
Istilah inquiry, discovery dan problem solving adalah istilah-istilah yang menunjuk suatu kegiatan atau cara belajar yang bersifat logis kritis, analitis menuju suatu kesimpulan yang meyakinkan. Menurut Husein Achmad (dalam Soenarjati & Cholisin, 1994: 123), dalam penerapan metode inquiry, siswa mempunyai kegiatan mencari sesuatu sampai tingkat yakin/percaya (belief), didukung oleh fakta, analisa, interpretasi dan pembuktian bahkan sampai pada pencarian alternatif pemecahan masalah. Metode ini digunakan untuk: (1) memecahkan masalah yang telah disepakati bersama, (2) membina kemandirian siswa untuk belajar menemukan dan memecahkan masalah, dan (3) mengembangkan daya kemampuan siswa untuk dapat berpikir logis, kritis, analitis tentang masalah yang dihadapinya.
Keunggulan-keunggulan dari metode ini antara lain :
1) mengembangkan keterampilan siswa untuk mampu memecahkan masalah serta mengambil keputusan secara objektif dan mandiri
2) mengembangkan kemampuan berpikir siswa dalam rangka meningkatkan potensi intelektual
3) membina dan mengembangkan sikap ingin tahu dan cara berfikir sistematis, baik secara individual maupun kelompok.
f. Bermain Peran (Role Playing)
Metode bermain peran, yaitu suatu cara yang diterapkan dalam proses beajar mengajar dimana siswa diberikan kesempatan untuk meaksanakan kegiatan-kegiatan untuk menjelaskan sikap dan niali-niai serta memainkan tingkah laku (peran) tertentu sebagaimana yang terjadi daam kehidupan masyarakat. Tujuan penggunaan metode ini antara lain: (1) membina nilai-nilai tertentu kepada siswa, (2) meningkatkan kesadaran dan penghayatan terhadap nilai-nilai, dan (3) membina penghayatan siswa terhadap suatu kejadian yang sebenarnya dalam realitas hidup. Dengan cara seperti itu, siswa dididik untuk tanggap terhadap lingkungan, bukan sebaliknya bersikap acuh tak acuh. Langkah-langkah dalam bermain peran adalah: (1) Pemanasan yang bisa berupa pengantar serta pembacan cerita oleh guru, (2) Memilih siswa yang akan berperan, (3) menyiapkan penonton yang akan mengobservasi, (4) mengatur panggung, (5) permainan berlangsung, (6) diskusi dan evaluasi, (7) permainan berikutnya, jika perludan waktu memungkinkan, (8) diskusi lebih lanjut, dan (9) generalisasi.
g. Karya Wisata
Metode karya wisata yaitu kunjungan ke suatu tempat di mana peserta akan menyumbangkan tenaganya (dengan berkarya) kepada obyek yang dikunjungi.
C.  PENILAIAN PROSES DAN HASIL BELAJAR PKN
Stategi Dasar Penilaian PPKn
Penilaian  adalah  proses  pengumpulan  dan  pengolahan  informasi  untuk menentukan  pencapaian  hasil  belajar  peserta  didik.  Berdasarkan  pada Peraturan  Pemerintah  Nomor  32  tahun  2013  tentang  perubahan  atas Peraturan   Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan  bahwa  penilaian  pendidikan  pada  jenjang  pendidikan  dasar dan  menengah  terdiri  atas:    Penilaian  hasil  belajar oleh  pendidik; Penilaian  hasil belajar  oleh  satuan  pendidikan;  dan  Penilaian  hasil belajar  oleh  Pemerintah.  Berdasarkan  pada  PP.  Nomor  32  tahun  2013 dijelaskan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan  untuk  memantau  proses,  kemajuan  belajar  dan perbaikan  hasil  belajar  peserta  didik  secara  berkelanjutan  yang digunakan  untuk  menilai  pencapaian  kompetensi  peserta  didik,  bahan penyusunan  laporan  kemajuan  hasil  belajar,  dan  memperbaiki  proses pembelajaran.  Sedangkan fungsi penilaian hasil belajar,  adalah sebagai berikut :
a.  Bahan pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas.
b.  Umpan balik dalam perbaikan proses belajar mengajar.
c.  Meningkatkan motivasi belajar siswa.
d.  Evaluasi diri terhadap kinerja siswa
Permendikbud  tentang  Standar  Penilaian  menegaskan  bahwa  penilaian pendidikan  sebagai  proses  pengumpulan  dan  pengolahan  informasi untuk  mengukur  pencapaian  hasil  belajar  peserta  didik  mencakup: penilaian  otentik, penilaian  diri, penilaian  berbasis  portofolio,  ulangan,   ulangan      harian,      ulangan      tengah      semester,   ulangan  akhir semester,  ujian  tingkat  kompetensi,  ujian  mutu  tingkat  kompetensi, ujian nasional, dan ujian sekolah/madrasah.
1. Validitas, Reliabilitas, Objektifitas
PKn merupakan mata pelajaran yang berorientasi pada aspek afektif. Walaupun demikian, PKn tidak mengabaikan aspek-aspek lainnya, seperti aspek pengetahuan dan aspek tindakan moral. Oleh karena itu, selain menilai aspek sikap dan tindakan, penilaian PKn juga menyangkut aspek pengetahuan moral siswa. Disitulah letak pentingnya karakteristik yang harus dimiliki oleh sebuah tes, yaitu validitas, reliabilitas, dan obyektifitas.
a. Validitas
Sebuah tes haruslah memiliki validitas. Ini adalah salah satu karakteristik tes yang sangat penting. Tes dikatakan valid jika ia mengukur apa yang seharusnya diukur. Jadi, validitas (ketepatan) di sini berarti menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat penilaian yang benar-benar sesuai. Seandainya kita ingin mengukur perubahan perilaku siswa misalnya, kita memerlukan alat penilaian yang dapat memberi indikasi bahwa telah terjadi perubahan pada tingkat tertentu seperti yang kita harapkan. Tes prestasi belajar diharapkan benar-benar dapat mengukur jenis perubahan yang sudah ditetapkan dalam tujuan pembelajaran. Jika tujuan pembelajarannya adalah meminta siswa untuk dapat membedakan dan mengkontraskan susunan keluarga dalam masyarakat yang berbeda, maka butir tes harus mensyaratkan siswa melakukan kegiatan membandingkan atau mengkontraskan. Contoh tersebut menunjukkan betapa pentingnya konsep validitas untuk diperhatikan guru. Guru seyogyanya paham mengenai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskannya. Dalam konteks ini, perilaku, hasil, atau pengalaman yang dapat menjadi bukti bahwa tujuan pembelajaran sudah atau sedang akan dicapai harus betul-betul dipahami oleh guru. Jika tidak, bisa dipastikan guru tidak dapat memilih atau menyusun butir-butir penilaian untuk mengukur apakah sebuah tujuan telah dapat dicapai.
Salah satu bagian penting lainnya dari validitas adalah “comprehensiveness”. Semua kategori tujuan harus dinilai untuk menetapkan sampai sejauh mana tujuan-tujuan tersebut telah tercapai. Bukan hanya pengetahuan saja, tetapi juga pengembangan berpikir, sikap, perasaan, nilai-nilai, dan ketrampilan.
b. Reliabilitas
Sifat penting berikutnya yang harus dimiliki oleh setiap tes adalah reliabilitas. Tes dikatakan reliabel jika ada keajegan atau konsisten Artinya, apabila tes itu diulang, maka hasil skor siswa secara kasar relatif sama dengan hasil yang diperoleh ketika pertama kali menempuh tes tersebut.
Ada berbagai faktor yang dapat mempengaruhi reliabilitas sebuah tes. Ebel sebagaimana dikutip oleh Fraenkel (1981: 281) mengemukakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat reliabilitas sebuah tes. Pertama, jika soal terlalu sukar, terlalu mudah atau tidak jelas, maka akan menghasilkan skor yang tidak reliabel. Kedua, jika siswa yang menempuh tes tersebut amat beragam karakteristiknya. Ketiga, jika seseorang yang memberi skor pada tes tersebut tidak menggunakan standar yang sama, maka semua hasil pekerjaan atau skornya pun tidak reliabel. Tes juga harus memberi banyak contoh perilaku yang akan kita nilai.
Secara reliabel, kemampuan seseorang tidak dapat diukur jika hanya satu kemungkinan yang diberikan kepadanya untuk mendemonstrasikan kemampuan tersebut. Hal itu juga berarti bahwa kita tidak menilai secara reliabel pengetahuan siswa tentang kemajuan pemerintahan sekarang ini jika hanya diberi satu soal tentang pemerintahan. Atas dasar itulah, idealnya, semakin panjang sebuah tes akan semakin reliabel. Selain itu, terdapat hubungan yang erat antara validitas dan reliabilitas. Sebuah tes yang valid sudah pasti reliabel namun tidak demikian sebaliknya. Itu berarti sebuah tes yang mengukur apa yang seharusnya diukur maka tes tersebut akan mengukur secara reliabel.
c. Obyektifitas
Ciri ketiga sebuah tes adalah obyektif. Sebuah tes pada dasarnya harus menghindari pertimbangan subyektif seorang guru. Namun hal itu tidak sepenuhnya dapat dicapai. Guru umumnya berpendapat bahwa tes obyektif seperti pilihan benar salah dan pilihan ganda tidak bersifat subyektif. Kedua jenis tes tersebut lebih obyektif daripada tes uraian dalam hal penskoran. DeCecco (Fraenkel : 1981) mengatakan bahwa paling tidak ada dua faktor yang dapat mengurangi obyektifitas sebuah tes obyektif. Pertama, butir soal tidak dapat menjelaskan semua kondisi dan kualifikasi yang diperlukan untuk membuat hanya satu jawaban yang benar.

2. Rambu-rambu Menyusun Penilaian PKn SD
Selain menilai aspek kognitif, PKn juga menilai aspek nonkognitif. Dengan demikian, penilaiannya dapat menggunakan tes dan non tes. Kedua bentuk ini amat diperlukan dalam setiap mata pelajaran seperti halnya PKn. Namun, yang harus diperhatikan oleh guru adalah aspek yang menjadi titik berat suatu mata pelajaran. Sebagai contoh, PKn dengan titik berat pada aspek afektif tidak mengabaikan pentingnya penilaian aspek kognitif dan tindakan moral. Demikian juga dengan mata pelajaran Pendidikan Agama dan Kesenian tentu menuntut pengetahuan namun tekanan dari kedua mata pelajaran tersebut juga pada aspek afektif yang menyangkut tentang keyakinan, nilai-nilai, dan juga tindakan. Hal yang harus diakui adalah antara pengetahuan, sikap dan ketrampilan terdapat satu kaitan erat. Sikap tidak mungkin terjadi tanpa pengetahuan dan pengetahuan dapat mempengaruhi sikap seseorang. Dengan diperolehnya pengetahuan maka sikap seseorang akan berubah dan perubahan sikap merupakan awal perubahan perilaku. Secara umum, sikap, minat, pendapat, dan nilai-nilai hanya bisa dideteksi atas dasar kesimpulan (inferensi) atau perilaku yang diamati. Oleh karena itu, diperlukan alat-alat penilaian yang dapat membantu menarik kesimpulan tentang afeksi siswa atau menyimpulkan berdasarkan apa yang ditampilkan siswa sebagai sebuah hasil pengamatan.
Selain menyangkut aspek kognitif yang dapat diukur dengan menggunakan tes yang meliputi tes obyektif dan esai, untuk hasil belajar yang bersifat afektif diperlukan juga bentuk penilaian yang bukan tes, diantaranya melalui metode pengamatan dan inkuiri. Pengamatan adalah metode untuk memperoleh data dan informasi yang akan diukur atau dinilai baik yang dilakukan secara langsung atau tidak langsung dengan terlebih dahulu menyiapkan format pengamatan. Berbagai jenis pengamatan tersebut meliputi pengamatan langsung dan tidak langsung, berstruktur dan tidak berstruktur, berpartisipasi, tidak berpartisipasi serta kuasi partisipasi dan pengamatan eksperimental. Metode inkuiri bertujuan menggali keterangan-keterangan yang diperlukan untuk dinilai dengan memberikan berbagai pertanyaan baik lisan maupun tertulis disesuaikan dengan maksud penilaian itu sendiri. Teknik-teknik dalam metode inkuiri ini adalah inventori, kuesioner, dan wawancara.
a. Menilai Hasil Belajar Kognitif
Seperti diuraikan di atas, salah satu alat yang dapat digunakan untuk menilai hasil belajar kognitif siswa adalah tes. Tes bisa berbentuk obyektif dan esai. Pada dasarnya, tidak ada aturan khusus yang jelas tentang kapan saat yang tepat untuk menggunakan keduanya. Akan tetapi, ada hal yang dapat membantu guru SD dalam menetapkan penggunaannya, yaitu jika guru menyadari karakteristik umum dari masing-masing bentuk tersebut, sehingga dapat memutuskan mana yang paling tepat digunakan.
Menilai hasil belajar kognitif siswa dalam PKn dengan memperhatikan pendapat Ebel tersebut dilakukan dengan menggunakan hampir semua bentuk dan jenis tes, baik lisan maupun tertulis. Bentuk-bentuk tes obyektif yang bisa dipilih adalah pilihan ganda biasa, benar salah, hubungan antarhal, menjodohkan, melengkapi isian, tinjauan kasus, dan mengenali atau bereaksi terhadap situasi kritis dan problematis. Sementara itu, untuk tes esai bisa digunakan esai terbatas dan esai berstruktur. Dalam melakukan penilaian terhadap hasil belajar kognitif siswa SD, penggunaan tes obyektif dan tes esai sangat memungkinkan. Dikatakan demikian karena walaupun PKn menekankan pada aspek afektif namun porsi pemberian data, fakta, informasi, serta konsep merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai apalagi jika disadari bahwa aspek afektif tidak tepisah sama sekali dari aspek kognitif. Pengetahuan nilai moral adalah salah satu contoh kongkrit.
b. Menilai Hasil Belajar Non Kognitif
Penilaian hasil belajar siswa dalam PKn juga meliputi sikap, minat, perasaan, nilai-nilai, dan apresiasi. Akan tetapi, biasanya hal ini kurang mendapat perhatian karena: (1) sulitnya mengidentifikasi hasil-hasil pendidikan moral dan menerjemahkannya ke dalam perilaku siswa yang diamati, (2) sulitnya mengembangkan kriteria untuk menilai hasil pendidikan moral, (3) adanya kekurangan dalam prosedur penilaian, teknik dan alat serta instrumen penilaian, (4) kurang terampilnya guru dalam melakukan evaluasi afektif sebagai hasil dari pendidikan moral, (5) kurangnya tenaga-tenaga terlatih yang dapat menyiapkan bahan-bahan dan instrumen penilaian dalam bidang pendidikan moral, (6) kurangnya keterkaitan antara sekolah dengan lembaga-lembaga sosial lainnya yang mempengaruhi anak dalam pendidikan moral, (7) kurangnya minat dan inisiatif guru pendidikan moral, (8) kurangnya bahan-bahan kepustakaan tentang evaluasi dalam pendidikan moral, (9) terbatasnya penelitian dalam bidang evaluasi pendidikan moral, dan (10) banyaknya ujian yang dilakukan dalam mata pelajaran. Kutipan tersebut menunjukkan bahwa penilaian pendidikan nilai moral dan PKn khususnya menghadapi berbagai kendala. Hal ini tidak berarti bahwa hasil belajar atau tujuan pembelajaran yang bersifat afektif tidak dapat dinilai.
Penilaian memerlukan waktu yang lama karena hasil belajar aspek afektif harus melalui proses tertentu, dimulai dari menerima informasi tentang nilai dan moral sampai pada mengubah sikap dan akhirnya perilaku. Berbeda dengan pengetahuan yang sesaat setelah disampaikan dapat segera dilihat hasilnya karena pada dasarnya mengandalkan pada ingatan seseorang dan demikian juga tentunya dengan ingatan mengenai pengetahuan nilai moral. Akan tetapi, jika menyangkut perasaan (feeling) atau apresiasi seseorang, hal itu memerlukan waktu yang kadang-kadang lama bergantung pada: (1) nilai moral apa yang akan disampaikan, (2) kepada siapa nilai itu disampaikan, (3) cara menyampaikan, (4) hal yang melatarbelakangi nilai moral yang disampaikan, dan (5) untuk kepentingan apa. Penilaian aspek afektif dapat dilakukan dengan cara mengamati respon siswa berupa kesan dan pendapat yang dapat mencerminkan sikap dan perilaku siswa yang dinilai. Cara itu ditempuh misalnya dengan menjawab pertanyaanpertanyaan, baik melalui kuesioner maupun melalui wawancara serta respon-respon lain yang memungkinkan guru menyimpulkan kecenderungan-kecenderungan sikap, moral, minat, disiplin, partisipasi, perilaku dan tindakan serta kepribadian siswa atau siapa saja yang dinilai.
Untuk menilai aspek afektif dapat menggunakan penilaian yang bukan tes yaitu pengamatan dan inkuiri, sementara aspek psikomotor (tindakan moral) penilaiannya pada dasarnya hampir sama dengan aspek afektif. Sebaiknya, penilaian aspek psikomotor diarahkan pada kegiatan yang dapat menampakkan perilaku dan tindakan moral siswa dalam kehidupan di lingkungan sekolah, baik dalam lingkungan belajar, bermain ataupun kegiatan yang dapat menunjukkan tindakan yang dilakukan siswa kepada guru. Tindakan moral yang ditampilkan siswa dapat terjadi secara alami atau dalam situasi yang dimanipulasikan. Dengan demikian, maka unjuk kerja siswa sebagai indikator pengamatan yang menunjukkan tindakan moralnya adalah sumber utama penilaian psikomotor. Teknik pengembangan penilaian psikomotor hampir sama dengan konstruksi evaluasi afektif dengan pengamatan dan penilaian sendiri. Untuk memperoleh gambaran tentang penilaian non kognitif, berikut ini beberapa contoh alat penilaian non kognitif ranah afektif.
·         Pengamatan
Pengamatan adalah teknik yang umum digunakan dalam penilaian. Tujuannya adalah untuk menilai hasil-hasil belajar siswa secara luas oleh karena banyak hal yang tidak dapat diukur melalui tes obyektif. Teknik ini memberi gambaran tentang keterpaduan fungsi siswa, tidak mengganggu kegiatan normal, dan dapat memberi hasil-hasil yang dapat dipercaya terutama
jika dibandingkan dengan data yang diperoleh dari kondisi artificial, seperti tes tertlis dan tes perbuatan.
Ada berbagai jenis pengamatan. Jenis-jenis pengamatan ditentukan oleh cara melakukan dan alat pengamatan yang digunakan sehingga ada pengamatan langsung, tidak langsung, pengamatan terstruktur dan tidak terstruktur serta pengamatan berpartisipasi, tidak berpartisipasi, kuasi partisipasi, dan eksperimental. Dalam melakukan penilaian bukan tes diharapkan guru menyediakan catatan permanen untuk mencatat perubahan atau pertumbuhan perilaku siswa yang dilakukan secara periodik sehingga membantu siswa menetapkan tingkat kemajuan mereka.
·         Inkuiri
Penggunaan inkuiri sebagai salah satu alat penilaian aspek afektif seperti halnya dengan teknik lainnya dapat diandalkan untuk memperoleh jawaban tentang afeksi siswa. Metode inkuiri bertujuan menggali keteranganketerangan yang diperlukan untuk dinilai dengan memberikan berbagai pertanyaan, baik lisan maupun tertulis disesuaikan dengan maksud penilaian itu sendiri. Teknik-teknik dalam metode inkuiri ini adalah inventori, kuesioner dan
wawancara.

D. Model Pembelajaran Berbasis Proyek dan Kurikulum 2013
Dalam rasional perubahan kurikulum sebelumnya (KTSP/Kurikulum 2006) ke Kurikulum2013 disebutkan bahwa perkembangan pengetahuan dan pedagogi dalam hal ini neurologi, psikologi, observation based (discovery) learning dan collaborative learningadalah salah satu alasan pentingnya perubahan kurikulum. Hal ini tentu berimplikasi pada model-model pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan mengajar di sekolah. Salah satu model pembelajaran yang dianjurkan untuk digunakan adalah model pembelajaran berbasis proyek (project based learning). Hal ini tentunya bukan tanpa alasan, karena mengingat karakteristik-karakteristik unggul dari model pembelajaran ini yang mampu mengakomodasi alasan tersebut di atas.

Selain itu pembelajaran tentunya harus diubah dari kecenderungan lama (satu arah) agar menjadi lebih interaktif (multiarah). Melalui model pembelajaran ini, siswa juga akan dapat diharapkan menjadi aktif menyelidiki (belajar) dengan menyajikan dunia nyata (bukan abstrak) kepada mereka. Di dalam model pembelajaran ini, siswa akan bekerja secara tim (berkelompok) kooperatif dan mengubah pemikiran faktual semata menjadi pemikiran yang lebih kritis dan analitis.
a.    Salah Satu Model Pembelajaran dalam Pendekatan Saintifik
Model pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru sehingga secara otomatis guru berarti juga menggunakan pendekatan saintifik (scientific approach) dalam pembelajarannya. Pendekatan saintifik adalah pendekatan pembelajaran di mana siswa memperoleh pengetahuan berdasarkan cara kerja ilmiah. Melalui pendekatan saintifik ini siswa akan diajak meniti jembatan emas sehingga ia tidak hanya mendapatkan ilmu pengetahuan (knowledge) semata tetapi juga akan mendapatkan keterampilan dan sikap-sikap yang dibutuhkan dalam kehidupannya kelak. Saat belajar menggunakan model pembelajaran berbasis proyek ini, siswa dapat berlatih menalar secara induktif (inductive reasoning). Sebagai salah satu model pembelajaran dalam pendekatan saintifik, project based learning (model pembelajaran berbasis proyek) sangat sesuai dengan Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 Lampiran IV mengenai proses pembelajaran yang harus memuat 5M, yaitu: (1) mengamati; (2) menanya; (3) mengumpulkan informasi; (4) mengasosiasi; dan (5) mengkomunikasikan.
b.   Kurikulum 2013 dan Pembelajaran Aktif Termaktub Dalam Project Based Learning
Dalam model pembelajaran berbasis proyek ini, siswa melakukan pembelajaran aktif. Mereka benar-benar akan dibuat aktif baik secara hands on (melalui kegiatan-kegiatan fisik), maupun secara minds on (melalui kegiatan-kegiatan berpikir/secara mental). Karena itulah, ruh dari pelaksanaaan model pembelajaran berbasis proyek ini sesuai sekali dengan amanat Kurikulum 2013. Siswa, melalui pembelajaran aktif akan melakukan aktifitas 5M (mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan).



















BAB III. PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Tugas PKn dengan paradigma barunya yaitu mengembangkan pendidikan demokrasi mengemban tiga fungsi pokok, yakni mengembangkan kecerdasan warganegara, membina keterampilan warga negara dan membentuk watak warga negara. Kecerdasan warganegara yang dikembangkan untuk membentuk warga negara yang baik bukan hanya dalam dimensi rasional, melainkan juga dalam dimensi spiritual, emosional, dan sosial sehingga paradigma baru PKn bercirikan multidimensional.
2.      Pembelajaran PKn SD menggunakan pembelajaran portofolio, modeling, conditioning, gaming, teaching dan VTC.
3.      Penilaian proses dan hasil belajar PKn diantaranya ceramah bervariasi, tanya jawab, diskusi, pemecahan masalah inquiry, bermain peran, dan karya wisata. proses validitas, reliabilitas, dan obyektivitas.
4.      Kurikulum 2013 menggunakan dua metode, yaitu model pembelajaran saintifik dan project based learning.














DAFTAR PUSTAKA




No comments:

Post a Comment