BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pendidikan
nasional kita masih menghadapi berbagai macam persoalan. Persoalan itu memang
tidak akan pernah selesai, karena substansi yang ditransformasikan selama
proses pendidikan dan pembelajaran selalu berada di bawah tekanan kemajuan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan kemajuan masyarakat. Salah satu persoalan
pendidikan kita yang masih menonjol saat ini adalah adanya kurikulum yang silih
berganti dan terlalu membebani anak tanpa ada arah pengembangan yang
betul-betul diimplementasikan sesuai dengan perubahan yang diinginkan pada
kurikulum tersebut.
Tidak bisa
dipungkiri bahwa perubahan kurikulum selalu mengarah pada perbaikan sistem
pendidikan. Perubahan tersebut dilakukan karena dianggap belum sesuai dengan
harapan yang diinginkan sehingga perlu adanya revitalisasi kurikulum. Usaha
tersebut mesti dilakukan demi menciptakan generasi masa depan berkarakter, yang
memahami jati diri bangsanya dan menciptakan anak yang unggul, mampu bersaing
di dunia internasional.
Kurikulum
sifatnya dinamis karena selalu berubah-ubah sesuai dengan perkembangan dan
tantangan zaman. Semakin maju peradaban suatu bangsa, maka semakin berat pula
tantangan yang dihadapinya. Persaingan ilmu pengetahuan semakin gencar
dilakukan oleh dunia internasional, sehingga Indonesia juga dituntut untuk
dapat bersaing secara global demi mengangkat martabat bangsa. Oleh karena itu,
untuk menghadapi tantangan yang akan menimpa dunia pendidikan kita, ketegasan
kurikulum dan implementasinya sangat dibutuhkan untuk membenahi kinerja
pendidikan yang jauh tertinggal dengan negara-negara maju di dunia.
Penyelenggaraan
pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan proses
berkembangnya kualitas pribadi peserta didik sebagai generasi penerus bangsa di
masa depan, yang diyakini akan menjadi faktor determinan bagi tumbuh kembangnya
bangsa dan negara Indonesia sepanjang jaman.
Dari sekian
banyak unsur sumber daya pendidikan, kurikulum merupakan salah satu unsur yang
memberikan kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya
kualitas potensi peserta didik. Jadi tidak dapat disangkal lagi bahwa kurikulum
yang dikembangkan dengan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan sebagai
instrumen untuk mengarahkan peserta didik menjadi: (1) manusia berkualitas yang
mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah; dan (2)
manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, man-diri; dan (3) warga negara
yang demokratis dan bertanggung jawab. Pengembangan dan pelaksanaan kurikulum
berbasis kompetensi merupakan salah satu strategi pembangunan pendidikan
nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana
peran pendidikan kewarganegaraan untuk sekolah dasar?
2. Bagaimana
strategi dan metode pembelajaran pkn?
3. Bagaimana
penilaian proses dan hasil belajar pkn?
4. Bagaimana
model pembelajaran berbasis proyek dan kurikulum 2013?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk
mengetahui pendidikan kewarganegaraan untuk sekolah dasar.
2. Untuk
mengetahui strategi dan metode pembelajaran pkn.
3. Untuk
mengetahui penilaian proses dan hasil belajar pkn.
4. Untuk
mengetahui model pembelajaran berbasis proyek dan kurikulum 2013.
BAB II. PEMBAHASAN
2.1
PERAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN UNTUK SEKOLAH DASAR
A.
PARADIGMA BARU PKN DI SD
Paradigma
berarti suatu model atau kerangka berpikir yang digunakan dalam proses pendidikan
kewarganegaraan di Indonesia. Sejalan dengan dinamika perkembangan kehidupan
berbangsa dan bernegara yang ditandai oleh semakin terbukanya persaingan antarbangsa
yang semakin ketat, maka bangsa Indonesia mulai memasuki era reformasi di
berbagai bidang menuju kehidupan masyarakat yang lebih demokratis.
Dalam masa
transisi atau proses perjalanan bangsa menuju masyarakat madani (civil society),
pendidikan kewarganegaraan sebagai salah satu mata pelajaran di persekolahan
perlu menyesuaikan diri sejalan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat yang
sedang berubah. Proses pembangunan karakter bangsa (nation character
building) yang sejak proklamasi kemerdekaan RI telah mendapat prioritas,
perlu direvitalisasi agar sesuai dengan arah dan pesan konstitusi Negara RI.
Pada hakekatnya, proses pembentukan karakter bangsa diharapkan mengarah pada
penciptaan suatu masyarakat Indonesia yang menempatkan demokrasi dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara sebagai titik sentral. Dalam proses itulah, pembangunan
karakter bangsa kembali dirasakan sebagai kebutuhan yang sangat mendesak dan
tentunya memerlukan pola pemikiran atau paradigma baru.
Tugas PKn dengan
paradigma barunya yaitu mengembangkan pendidikan demokrasi mengemban tiga
fungsi pokok, yakni mengembangkan kecerdasan warganegara (civic knowledge),
membina keterampilan warga negara (civic skill) dan membentuk watak warga
negara (civic disposition). Kecerdasan warganegara yang dikembangkan
untuk membentuk warga negara yang baik bukan hanya dalam dimensi rasional,
melainkan juga dalam dimensi spiritual, emosional, dan sosial sehingga
paradigma baru PKn bercirikan multidimensional. Selanjutnya, untuk mengembangkan
masyarakat yang demokratis melalui pendidikan kewarganegaraan diperlukan suatu
strategi dan pendekatan pembelajaran khusus yang sesuai dengan paradigma baru
PKn. Model pembelajaran yang berbasis portofolio yang lebih dikenal dengan
“Proyek-belajar Kewarganegaraan Kami Bangsa Indonesia (PKKBI)” dianggap sebagai
model pembelajaran yang paling tepat dan sesuai dengan paradigma baru PKn. Keunggulan
dari paradigma baru PKn dengan model pembelajaran yang memfokuskan pada kegiatan
belajar siswa aktif (active students learning) dan pendekatan inkuiri (inquiry
approach). Model pembelajaran PKn dengan paradigma baru memiliki
karakteristik:
a. Membelajarkan
dan melatih siswa berpikir kritis
b. Membawa siswa
mengenal, memilih dan memecahkan masalah
c. Melatih siswa
dalam berpikir sesuai dengan metode ilmiah
d. Melatih siswa
untuk berpikir dengan ketrampilan sosial lain yang sejalan dengan pendekatan inkuiri.
B.
STRATEGI DAN METODE PEMBELAJARAN PKN
1.
Pembelajaran Portofolio
a.
Konsep Dasar Portofolio
Portofolio dapat
diartikan sebagai suatu wujud benda fisik, sebagai suatu proses sosial
pedagogis, maupun sebagai adjective. Sebagai suatu benda fisik, portofolio
adalah bundel, yakni kumpulan atau dokumentasi hasil pekerjaan peserta didik
yang disimpan pada suatu bundel. Misalnya hasil tes awal (pre test), tugas
tugas, catatan anekdot, piagam penghargaan, keterangan melaksanakan tugas terstruktur,
hasil tes akhir (post test), dan sebagainya. Sebagai suatu proses sosial
pedagogis, portofolio adalah collection of learning experience yang
terdapat di dalam pikiran peserta didik, baik yang berwujud pengetahuan (kognitif),
keterampilan (skill), maupun nilai dan sikap (afektif). Adapun
sebagai suatu adjective, portofolio sering kali disandingkan dengan
konsep lain, misalnya dengan konsep pembelajaran dan penilaian. Jika
disandingkan dengan konsep pembelajaran maka dikenal istilah pembelajaran
berbasis portofolio (portfolio based learning), sedangkan jika
disandingkan dengan konsep penilaian maka dikenal istilah penilaian berbasis
portofolio (portfolio based assessment) (Dasim Budimansyah, 2002: 1-2).
Berdasarkan
uraian di atas, pengertian portofolio di sini adalah suatu kumpulan pekerjaan
siswa dengan maksud tertentu dan terpadu yang diseleksi menurut panduan-panduan
yang ditentukan (Iim Wasliman dan Numan Somantri, 2002: 47). Panduan yang
dipakai berdasarkan pada mata pelajaran dan tujuan penilaian portofolio.
Apabila dikaitkan dengan pembelajaran PKn, maka portofolio merupakan kumpulan
informasi yang tersusun dengan baik yang menggambarkan rencana kelas siswa
berkenaan dengan suatu isu kebijakan publik yang telah diputuskan untuk dikaji,
baik dalam kelompok kecil maupun kelas secara keseluruhan (Udin S Winataputra,
2005).
Portofolio kelas
berisi bahan-bahan seperti pernyataan tertulis, peta, grafik, photografi, dan
karya seni asli. Bahan-bahan tersebut menggambarkan beberapa hal yang telah
dipelajari siswa berkenaan dengan: (a) masalah yang telah dipilih, (b) alternatif
pemecahan masalah, (c) kebijakan publik yang telah dipilih atau dibuat siswa
untuk mengatasi masalah, dan (d) rencana tindakan agar pemerintah menerima
kebijakan yang diusulkan siswa. Terkait dengan mata pelajaran PKn yang berperan
penting dalam menyiapkan warga negara yang berkualitas, sehingga dapat
berpartisipasi aktif, diperlukan bekal pengetahuan dan keterampilan, pengalaman
praktis, dan pemahaman tentang pentingnya warga negara. Oleh karena itu, sudah
selayaknya pembelajaran PKn dapat membekali siswa dengan pengetahuan dan
keterampilan warga negara yang memadai serta pengalaman praktis agar memiliki
kompetensi dalam berpartisipasi. Namun demikian, tidak semua materi pelajaran
dalam PKn dapat disampaikan dengan metode portofolio. Pembelajaran PKn yang
berbasis portofolio memperkenalkan mendidik siswa dengan beberapa metode dan
langkah-langkah yang dipergunakan dalam proses politik. Pembelajaran ini
bertujuan untuk membina komitmen aktif para siswa terhadap kewarganegaraan dan
pemerintahannya dengan cara:
a) Membekali
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk berpatisipasi secara efektif
b) Membekali
pengalaman praktis yang dirancang untuk mengembangakan kompetensi dan
efektivitas partisipasi
c) Mengembangkan
pemahaman akan pentingnya partisipasi warga Negara (Udin S Winataputra, 2005).
b.
Langkah-langkah Portofolio
Dalam
pembelajaran PKN berbasis portofolio, kelas dibagi ke dalam empat kelompok.
Setiap kelompok bertanggung jawab untuk membuat satu bagian portofolio kelas.
Tugas-tugas setiap kelompok portofolio adalah sebagai berikut:
a) Kelompok
portofolio satu: menjelaskan masalah
Kelompok ini
bertanggungjawab menjelaskan masalah yang dipilih sebagai kajian kelas. Selain
itu juga harus menjelaskan beberapa hal yang meliputi alasan mengapa yang
disajikan adalah masalah yang penting untuk dipecahkan dan mengapa badan atau
tingkat pemerintahan tertentu harus menyelesaikan masalah tersebut.
b) Kelompok
portofolio dua: menilai kebijakan alternatif yang disarankan untuk memecahkan
masalah
Kelompok ini bertanggungjawab
menjelaskan kebijakan-kebijakan yang sudah ada dan atau menjelaskan
kebijakan-kebijakan alternatif yang dibuat untuk memecahkan masalah.
c) Kelompok
portofolio tiga: mengusulkan kebijakan publik untuk mengatasi masalah
Kelompok ini
bertanggungjawab untuk mengembangkan dan menerangkan dengan tepat suatu
kebijakan tertentu yang disepakati dan didukung oleh seluruh kelas untuk
memecahkan masalah.
d) Kelompok
portofolio empat: membuat rencana tindakan
Kelompok ini
bertanggungjawab membuat rencana tindakan yang menunjukkan bagaimana cara warga
negara dapat mempengaruhi pemerintah untuk menerima kebijakan yang didukung
oleh kelas. Karya keempat kelompok akan diutamakan pada portofolio kelas. Karya
tersebut memiliki dua seksi, yaitu :
a) seksi penayangan.
Hasil karya (hasil penelitian dan pengumpulan informasi) masing-masing dari
keempat kelompok ditempelkan pada satu bidang panel dari papan tayangan empat
panel. Tayangan ini dibuat sedemikian rupa sehingga dapat diletakkan di atas
meja, papan buletin, atau pada emat kudakuda. Bahan-bahan yang ditayangkan
meliputi pernyataan-pernyataan tertulis, daftar sumber, peta, grafik, foto,
karya seni asli, dan sebagainya.
b) seksi
dokumentasi. Keempat kelompok harus memilih bahan-bahan yang terkumpul,
bahan-bahan terbaik yang mendokumentasikan atau memberi bukti penelitiannya.
Bahan-bahan yang dipilih harus mewakili contoh-contoh penelitian terpenting
dan/atau paling bermakna yang telah dikerjakan siswa. Tidak semua penelitian
harus dimasukkan. Bahan-bahan ini dimasukkan ke dalam sebuah map jepit. Gunakan
pemisah berwarna beda untuk memisahkan keempat seksi dokumentasi dari keempat
kelompok portofolio tersebut. Siapkan daftar isi untuk setiap seksi.
c. Prinsip-Prinsip Dasar Model
Pembelajaran Berbasis Portofolio.
·
Prinsip Belajar Siswa Aktif
Proses
pembelajaran dengan menggunakan Model Pembelajaran Berbasis Portofolio (MPBP)
berpusat pada siswa. Dengan demikian model ini menganut prinsip belajar siswa
aktif. Aktivitas siswa hampir di seluruh proses pembelajaran, dari mulai fase
perencanaan di kelas, kegiatan di lapangan, dan pelaporan. Dalam fase
perencanaan aktifitas siswa terlihat pada saat mengidentifikasi masalah dengan
menggunakan teknik bursa ide (brain storming). Setiap siswa boleh
menyampaikan masalah yang menarik baginya di samping tentu saja yang berkaitan
dengan materi pelajaran. Setelah masalah terkumpul, siswa melakukan voting
untuk memilih salah satu masalah dalam kajian kelas.
·
Kelompok Belajar Kooperatif
Prinsip ini
merupakan proses pembelajaran yang berbasis kerjasama. Kerja sama antar siswa
dan antar komponen-komponen lain di sekolah, termasuk kerja sama sekolah dengan
orang tua siswa dan lembaga terkait. Kerja sama antar siswa jelas terlihat pada
saat kelas sudah memilih satu masalah untuk bahan kajian bersama. Semua
pekerjaan disusun, orang-orangnya ditentukan, siapa mengerjakan apa, merupakan
satu bentuk kerjasama itu.
·
Pembelajaran Partisipatorik
Model
pembelajaran portofolio melatih siswa belajar sambil melakoni (learning by
doing). Salah satu bentuk pelakonan itu adalah siswa belajar hidup
berdemokrasi. Sebab dalam tiap langkah dalam model ini memiliki makna yang ada
hubungannya dengan praktek hidup demokrasi. Sebagai contoh pada saat memilih
masalah untuk kajian kelas memiliki makna bahwa siswa dapat menghargai dan
menerima pendapat yang didukung suara terbanyak. Pada saat berlangsungnya
perdebatan, siswa belajar mengemukakan pendapat, mendengarkan pendapat orang
lain, menyampaikan kritik dan sebaliknya belajar menerima kritik, dengan tetap
berkepala dingin.
·
Reactive Teaching
Penerapkan
model pembelajaran berbasis portofolio, guru perlu menciptakan strategi yang
tepat agar siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Motivasi yang seperti
itu akan tercipta kalau guru dapat meyakinkan siswa akan kegunaan materi bagi
kehidupan nyata. Demikian juga guru harus dapat menciptakan situasi sehingga
materi pelajaran selalu menarik, tidak membosankan. guru harus punya sensifitas
yang tinggi untuk segera mengetahui apakah kegiatan pembelajaran sudah
membosankan siswa.
d. Asesmen
Portofolio
Asesmen
portofolio adalah suatu prosedur pengumpulan informasi mengenai perkembangan
dan kemampuan siswa melalui portofolionya, dimana pengumpulan informasi tersebut
dilakukan secara formal dengan menggunakan kriteria tertentu, untuk tujuan
pengambilan keputusan terhadap status siswa.
Dalam suatu
portofolio terdapat paling sedikit tujuh elemen pokok, yaitu (1) adanya tujuan
yang jelas, dan dapat mencakup lebih dari satu ranah, (2) kualitas hasil (outcome),
(3) bukti-bukti otentik yang mencerminkan dunia nyata dan bersifat multi
sumber, (4) kerjasama siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru, (5) penilaian
yang integratif dan dinamis karena mencakup multidimensi, (6) adanya
kepemilikan (ownership) melalui refleksi diri dan evaluasi diri, (7) perpaduan
asesmen dengan pembelajaran.
Salah satu
alasan asesmen portofolio digunakan dalam dunia pendidikan dewasa ini adalah
karena adanya ketidakpuasan terhadap penggunaan tes-tes baku yang dianggap
tidak mampu menampilkan kemampuan siswa secara menyeluruh. Dalam konteks ini,
yang dimaksud dengan tes baku adalah tes-tes yang secara tradisional digunakan
untuk mengukur perkembangan belajar. Tes-tes tersebut kebanyakan berbentuk tes
objektif dimana hanya ada satu pilihan jawaban yang benar. Tes-tes tersebut
dikembangkan dalam format pilihan ganda, satu butir tes disediakan tiga hingga
lima kemungkinan jawaban. Sebelum digunakan, tes-tes tersebut distandarisasi
terlebih dahulu. Dalam perkembangan berikutnya, tes-tes di kelas pun, yang
sifatnya formatif, juga menggunakan bentuk-bentuk tes baku tersebut. De Fina
(1994) merangkum ciri-ciri dari asesmen portofolio dan tes baku sebagai
berikut.
NO.
|
ASESMEN
PORTOFOLIO
|
TES BAKU
|
1.
|
Terjadi
pada situasi alamiah
|
Situasi
ujian, tidak alamiah
|
2.
|
Memberi
kesempatan siswa menunjukkan kelebihan maupun kelemahannya
|
Menunjukkan
kelemahan siswa dalam suatu hal tertentu
|
3.
|
Informasinya
bersifat langsung, pada saat itu (hands-on)
|
Tidak
memberikan informasi diagnostik
|
4.
|
Asesmen
dapat dilakukan bersama-sama antara guru, orangtua, dan bahkan siswa
|
Menunjukkan
ranking
|
5.
|
Bersifat
terus-menerus (ongoing), sehingga memberikan kesempatan beragam untuk
dilakukan asesmen
|
Kesempatan
hanya sekali untuk mengases kemampuan dalam suatu hal tertentu
|
6.
|
Mengases
hal-hal secara realistis dan bermakna
|
Mengases
hal-hal secara artificial, tidak sesuai dengan keseharian yang ada
|
7.
|
Memberi
kesempatan siswa melakukan refleksi terhadap karya dan pengetahuannya
|
Mengharapkan
hanya satu respons yang benar
|
8.
|
Memberi
kesempatan refleksi bagi orang lain yang berkepentingan, mengenai pengetahuan
siswa dan karya-karyanya
|
Memberikan
data-data numeric yang kadangkala menakutkan dan secara esensial tidak
bermakna
|
9.
|
Mendorong
temu wicara (conference) antara guru dan siswa
|
Mengharuskan
pertemuan antara guru dengan administrator
|
10.
|
Menempatkan
siswa sebagai pusat proses pendidikan karena gambaran keadaannya berguna
untuk perbaikan kurikulum dan pembelajaran
|
Mendukung kurikulum
sebagai pusat proses pendidikan
|
Dari
perbandingan di atas dapat dilihat bahwa asesmen portofolio menunjukkan
beberapa kelebihan yang tidak diperoleh dari tes objektif, yaitu seperti adanya
penilaian yang berkelanjutan, menghargai siswa sebagai individu dengan keunikan
masing-masing, dan adanya pengembangan metakognisi melalui refleksi dan
evaluasi diri.
Terdapat
tiga komponen utama dalam asesmen kinerja seperti asesmen portofolio, yaitu
tugas kinerja (performance task), rubrik performansi (performance
rubrics), dan cara penilaian (scoring guide). Tugas kinerja adalah
suatu tugas yang berisi topik, standar tugas, deskripsi tugas, dan kondisi
penyelesaian tugas. Rubrik performansi merupakan suatu rubrik yang berisi
komponen-komponen suatu performansi ideal, dan deskriptor dari setiap komponen
tersebut. Cara penilaian kinerja ada tiga, yaitu (1) holistic scoring,
yaitu pemberian skor berdasarkan impresi penilai secara umum terhadap kualitas
performansi; (2) analytic scoring, yaitu pemberian skor terhadap
aspek-aspek yang berkontribusi terhadap suatu performansi; dan (3) primary
traits scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan beberapa unsur dominan
dari suatu performansi.
Untuk
menilai suatu portofolio, Tierney, Carter, dan Desai (1991) menyarankan agar
portofolio dinilai secara kontinum (dari sangat baik hingga sangat kurang
baik), dan dikomentari secara deskriptif. Komentar deskriptif tersebut berisi
antara lain pujian atas hal-hal baik dari portofolio tersebut, dan saran-saran
untuk perbaikan hal-hal yang masih perlu ditingkatkan. Dengan demikian untuk
nilai raport, pengajar akan memiliki nilai dari setiap entri, setiap folder,
dan ulangan (bila tetap diadakan, baik ulangan formatif maupun sumatif). Dapat
dibayangkan banyaknya informasi (nilai) yang dimiliki oleh pengajar. Oleh
karena itu, perlu ditentukan bobot untuk portofolio, ulangan formatif, dan
sumatif (folder portofolio dapat digunakan sebagai bahan penilaian formatif
maupun sumatif). Di dalam portofolio itu sendiri, perlu ditetapkan porsi/bobot
untuk domain kognitif, afektif, dan psikomotor. Penentuan bobot tersebut harus
disesuaikan dengan tujuan/kompetensi dasar yang telah ditetapkan. Kemp dan
Toperoff (1996) mengatakan dengan kelebihan-kelebihan ini portofolio dapat
memacu keterlibatan (involvement) dalam belajar, meningkatkan motivasi,
dan prestasi. Asesmen portofolio mengandung tiga elemen penting yaitu: (1)
sampel karya siswa, (2) evaluasi diri, dan (3) kriteria penilaian yang jelas
dan terbuka.
2.
Modeling
Modeling dalam
pembelajaran PKn sangatlah penting, mengingat PKn terdiri dari rumpun politik,
hukum, dan moral. Dalam pembelajaran nilai moral, teladan dari seseorang yang
dijadikan model oleh siswa sangat berperan untuk terinternalisasinya nilai moral
yang diajarkan. Model yang digunakan dapat berupa:
1) manusia,
terdiri dari tokoh masyarakat, pahlawan, pemimpin bangsa.
2) model
nonmanusia, terdiri dari dongeng dan fabel (Abdul Gafur, 2006: 5)
3.
Conditioning
Conditioning,
yaitu penciptaan situasi dan kondisi yang mengharuskan seseorang berperilaku/berbuat
sesuai kondisi yang diciptakan. Misalnya sarana antrean, sarana masuk keluar
swalayan, sarana masuk keluar tempat parkir (Abdul Gafur, 2006: 5). Dengan penciptaan
kondisi yang demikian serta mengharuskan siswa untuk melakukannya sesuai dengan
aturan yang berlaku akan dapat digunakan sebagai metode untuk menanamkan nilai
moral disiplin, kesabaran, toleransi.
4.
Gaming
Gaming
merupakan metode pembelajaran yang menghendaki siswa
berlombalomba untuk menentukan menang kalah. Contoh pembelajaran melalui metode
gaming adalah broken square, team game tournament, cerdas
cermat (Abdul Gafur, 2006: 5).
5.
Teaching
Teaching
merupakan metode pembelajaran PKn dengan cara
memberikan ajaran (piwulang) bagaimana seharusnya seseorang harus berperilaku
atau tidak berperilaku. Misalnya ajaran bagaimana bersikap kepada orang tua,
bagaimana berbahasa, bagaimana cara makan, minum dan sebagainya. (Abdul Gafur,
2006:6).
6.
Value Clarification Technicque (VCT)
VCT merupakan
metode menanamkan nilai (values) dengan cara sedemikian rupa sehingga
peserta didik memperoleh kejelasan/kemantapan nilai. Teknik yang digunakan dalam
VCT bisa berupa angket dan tanya jawab (Abdul Gafur, 2006: 6). Lahirnya metode ini
merupakan upaya untuk membina nilai-nilai yang diyakini, sehubungan dengan timbulnya
kekaburan nilai atau konflik nilai di tengah-tengah kehidupan masyarakat (Soenarjati
dan Cholisin, 1986 : 124).
Melalui
pembelajaran dengan VCT siswa diajarkan untuk: (1) memberikan nilai atas
sesuatu, (2) membuat penilaian yang rasional dan dapat dipertanggungjawabkan,
(3) memiliki kemampuan serta kecenderungan untuk mengambil keputusan yang menyangkut
masalah nilai dengan jelas, rasional dan objektif, dan (4) memahami dan mengamalkan
nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Tabel berikut ini menjelaskan
mengenai keunggulan dan kelemahan VCT. Keunggulan Kelemahan siswa belajar lebih
aktif Masalah nilai (value) merupakan masalah abstrak, sehingga sulit
diungkap secara kongkrit siswa mendapat kejelasan tentang nilainilai yang dapat
dipertahankan secara moral Terjadinya perbedaan pendapat dalam masalah nilai
sulit dihindari, sehingga kadang-kadang mengundang kebingungan para siswa Masalah
nilai adalah masalah apa yang diinginkan, seharusnya (normatif), karenanya sering
terdapat kesenjangan dengan apa yang terjadi dalam praktek nyata (empiris) Untuk
mengambil keputusan nilai secara rasional obyektif dari konflik atau dilema
nilai, dapat digunakan beberapa teknik VCT, diantaranya kartu penilaian dan
tahap tahap analisa dilema nilai.
1) Kartu penilaian
Dalam teknik ini
siswa diajak memberikan penilaian dan menentukan keputusan, memecahkan masalah,
memberikan penilaian dan menentukan sikap yang rasional. Berikut ini disajikan
contoh format kartu penilaian.
NAMA SISWA/KELOMPOK :..............................
KELAS :..............................
MASALAH YANG
AKAN DIPECAHKAN/DINILAI :..............................
DASAR PERTIMBANGAN
PENILAIAN/PEMECAHAN :..............................
1. Data/fakta
yang dijadikan sumber ialah : 1)
2)
3)
4)
5)
6)
2.
Pertimbangan-Pertimbangan (analisis dan pemikiran) kami ialah :
3. Kesimpulan
pemikiran/pendapat kami :
4. Pemecahan dan
alasannya:
5. Penjelasan
lain:
2) Tahap-Tahap Analisa Dilema Nilai
Untuk dapat
mengambil keputusan terhadap dilema nilai yang dihadapi, ada 7 tahap yang harus
dilewati agar sampai pada pemecahan masalah yang rasional obyektif (Soenarjati
& Cholisin, 1994: 126-127) . Ketujuh tahap tersebut meliputi:
a) Menentukan
peristiwa yang merupakan dilema (dilemma)
b) Menentukan
alternatif-alternatif apa yang akan dikerjakan untuk memecahkan dilema (alternatives)
c) Menentukan
akibat-akibat apa yang akan terjadi dari masing-masing alternatif yang akan
dikerjakan (consequenes)
d) Jika
akaibat-akaibat itu terjadi (tahap 3) bagaimana akibatnya dalam jangka panjang
dan jangka pendek (consequenes of consequeces)
e) Fakta-fakta
atau bukti-bukti apa yang menunjukkan bahwa akibat-akibat itu akan terjadi (what
evidence is there that consequences will occur)
f) Mengadakan
penilaian (asasmen) mengenai akibat mana yang baik dan akibat mana yang
buruk, berdasarkan pada kriteria tertentu
g) Mengambil
keputusan nilai mana yang akan dilaksanakan (decision).
Metode lainnya
dalam pembelajaran PKn, yaitu ceramah bervariasi, tanya jawab, bermain peran,
karya wisata, dan permainan simulasi (Soenarjati & Cholisin, 1994). Semua metode
itu mengarah pada pengembangan kemampuan siswa. Secara rinci di bawah ini adalah
uraian masing-masing metode.
a.
Ceramah Bervariasi
Metode ceramah
jarang sekali diterapkan dalam pembelajaran tanpa dibarengi dengan metode yang
lain. Biasanya penggunaan metode ceramah dikombinasikan dengan metode
pembelajaran yang lain, yang kemudian dikenal dengan sebutan ceramah
bervariasi.
Metode ceramah
bervariasi muncul sebagai upaya untuk:
1) Menutupi atau
mengimbangi kelemahan metode ceramah murni.
2) Memusatkan
perhatian siswa kepada pokok masalah yang sedang dibahas dalam aktivitas
belajar mengajar.
3) Mengontrol
daya tangkap siswa terhadap isi ceramah.
4) Melibatkan
potensi (indra) siswa secara optimal (tidak hanya pendengaran saja)
Sementara itu,
metode ceramah murni merupakan cara penyajian dan penyampaian materi pelajaran
dari guru kepada siswa secara lisan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ciri-ciri
metode ini, seorang guru berbicara terus menerus secara monoton, sedang siswa
berperan sebagai pendengar, sehingga yang terjadi adalah interaksi searah,
yaitu hanya diwarnai dengan inisiatif guru kepada siswa bukan sebaliknya.
Metode ceramah
murni dapat diterapkan apabila:
1) peserta yang
hadir dalam jumlah relatif besar
2) materi
pelajaran bersifat informatif, sehingga guru hanya berperan sebagai pemberi informasi
saja
3) guru pandai
menggunakan kata-kata yang tepat untuk menggambarkan informasi yang hendak
disampaikan
4) suasana cukup
tenang
5) siswa cukup
mampu untuk menangkap ungkapan-ungkapan lisan dari gurunya.
b.
Tanya Jawab
Menurut Jusuf
Djajadisastra (dalam Soenarjati & Cholisin, 1994: 120) metode tanya jawab
adalah suatu cara untuk menyampaikan atau menyajikan bahan pelajaran dalam
bentuk pertanyaan dari guru yang harus dijawab oleh siswa. Metode tanya jawab akan
lebih tepat digunakan jika dikombinasikan dengan metode ceramah atau metode lainnya,
siswa terhimpun dalam kelas (jumlah) yang relatif kecil, dan siswa sudah dapat menguasai
materi pelajaran yang telah diberikan dengan baik. Seperti halnya metode yang
lain, metode tanya jawab juga mengandung keunggulan dan kelemahan.
c.
Diskusi
Metode diskusi
adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dengan menugaskan pelajar atau
kelompok pelajar melaksanakan percakapan ilmiah untuk mencari kebenaran dalam
rangka mewujudkan tujuan pelajaran (Soenarjati & Cholisin, 1994: 121).
Peranan siswa dalam diskusi adalah berusaha dengan jujur untuk memperoleh suatu
keputusan atau kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan menjadi
kesepakatan bersama. Jalannya diskusi diatur oleh seorang pemimpin sidang (moderator).
Metode diskusi dapat diterapkan apabila guru ingin melatih siswa untuk dapat
berpikir dan mengemukakan hasil pikirannya (pendapat) secara lisan, dan topik yang
diketengahkan oleh guru memang bersifat problematis, bukan merupakan informasi
atau doktrin.
d.
Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Metode pemecahan
masalah (problem solving) adalah suatu cara mengajar yang memberikan
kesempatan pada semua siswa untuk menganalisis dan melakukan sintesis dalam
kesatuan struktur atau situasi di mana masalah itu berada, atas inisiatif
sendiri. Metode ini dipakai apabila: (1) ada keinginan untuk mengembangkan
kemampuan berfikir, terutama di dalam mencari akibat-akibat dan tujuan suatu
masalah, (2) memecahkan dan atau menganalisa masalah dari berbagai sudut
pandang, dan (3) memberikan pengetahuan dan kecakapan praktis yang mempunyai
nilai guna bagi siswa dalam kehidupan sehari-hari.
e.
Inquiry
Istilah inquiry,
discovery dan problem solving adalah istilah-istilah yang menunjuk
suatu kegiatan atau cara belajar yang bersifat logis kritis, analitis menuju suatu
kesimpulan yang meyakinkan. Menurut Husein Achmad (dalam Soenarjati & Cholisin,
1994: 123), dalam penerapan metode inquiry, siswa mempunyai kegiatan mencari
sesuatu sampai tingkat yakin/percaya (belief), didukung oleh fakta,
analisa, interpretasi dan pembuktian bahkan sampai pada pencarian alternatif
pemecahan masalah. Metode ini digunakan untuk: (1) memecahkan masalah yang
telah disepakati bersama, (2) membina kemandirian siswa untuk belajar menemukan
dan memecahkan masalah, dan (3) mengembangkan daya kemampuan siswa untuk dapat
berpikir logis, kritis, analitis tentang masalah yang dihadapinya.
Keunggulan-keunggulan
dari metode ini antara lain :
1) mengembangkan
keterampilan siswa untuk mampu memecahkan masalah serta mengambil keputusan
secara objektif dan mandiri
2) mengembangkan
kemampuan berpikir siswa dalam rangka meningkatkan potensi intelektual
3) membina dan
mengembangkan sikap ingin tahu dan cara berfikir sistematis, baik secara
individual maupun kelompok.
f.
Bermain Peran (Role Playing)
Metode bermain
peran, yaitu suatu cara yang diterapkan dalam proses beajar mengajar dimana
siswa diberikan kesempatan untuk meaksanakan kegiatan-kegiatan untuk
menjelaskan sikap dan niali-niai serta memainkan tingkah laku (peran) tertentu sebagaimana
yang terjadi daam kehidupan masyarakat. Tujuan penggunaan metode ini antara
lain: (1) membina nilai-nilai tertentu kepada siswa, (2) meningkatkan kesadaran
dan penghayatan terhadap nilai-nilai, dan (3) membina penghayatan siswa
terhadap suatu kejadian yang sebenarnya dalam realitas hidup. Dengan cara
seperti itu, siswa dididik untuk tanggap terhadap lingkungan, bukan sebaliknya
bersikap acuh tak acuh. Langkah-langkah dalam bermain peran adalah: (1)
Pemanasan yang bisa berupa pengantar serta pembacan cerita oleh guru, (2)
Memilih siswa yang akan berperan, (3) menyiapkan penonton yang akan
mengobservasi, (4) mengatur panggung, (5) permainan berlangsung, (6) diskusi
dan evaluasi, (7) permainan berikutnya, jika perludan waktu memungkinkan, (8)
diskusi lebih lanjut, dan (9) generalisasi.
g.
Karya Wisata
Metode karya
wisata yaitu kunjungan ke suatu tempat di mana peserta akan menyumbangkan
tenaganya (dengan berkarya) kepada obyek yang dikunjungi.
C. PENILAIAN
PROSES DAN HASIL BELAJAR PKN
Stategi
Dasar Penilaian PPKn
Penilaian
adalah proses pengumpulan dan pengolahan
informasi untuk menentukan pencapaian hasil
belajar peserta didik. Berdasarkan pada Peraturan
Pemerintah Nomor 32 tahun 2013 tentang
perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa penilaian
pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah terdiri atas: Penilaian
hasil belajar oleh pendidik; Penilaian hasil belajar
oleh satuan pendidikan; dan Penilaian hasil
belajar oleh Pemerintah. Berdasarkan pada
PP. Nomor 32 tahun 2013 dijelaskan bahwa penilaian
hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk
memantau proses, kemajuan belajar dan perbaikan
hasil belajar peserta didik secara
berkelanjutan yang digunakan untuk menilai
pencapaian kompetensi peserta didik, bahan
penyusunan laporan kemajuan hasil belajar,
dan memperbaiki proses pembelajaran. Sedangkan fungsi
penilaian hasil belajar, adalah sebagai berikut :
a.
Bahan pertimbangan dalam menentukan kenaikan kelas.
b.
Umpan balik dalam perbaikan proses belajar mengajar.
c.
Meningkatkan motivasi belajar siswa.
d.
Evaluasi diri terhadap kinerja siswa
Permendikbud
tentang Standar Penilaian menegaskan bahwa
penilaian pendidikan sebagai proses pengumpulan
dan pengolahan informasi untuk mengukur
pencapaian hasil belajar peserta didik mencakup:
penilaian otentik, penilaian diri, penilaian berbasis
portofolio, ulangan, ulangan
harian, ulangan tengah
semester, ulangan akhir semester, ujian
tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat
kompetensi, ujian nasional, dan ujian sekolah/madrasah.
1.
Validitas, Reliabilitas, Objektifitas
PKn merupakan
mata pelajaran yang berorientasi pada aspek afektif. Walaupun demikian, PKn
tidak mengabaikan aspek-aspek lainnya, seperti aspek pengetahuan dan aspek
tindakan moral. Oleh karena itu, selain menilai aspek sikap dan tindakan, penilaian
PKn juga menyangkut aspek pengetahuan moral siswa. Disitulah letak pentingnya
karakteristik yang harus dimiliki oleh sebuah tes, yaitu validitas,
reliabilitas, dan obyektifitas.
a.
Validitas
Sebuah tes
haruslah memiliki validitas. Ini adalah salah satu karakteristik tes yang
sangat penting. Tes dikatakan valid jika ia mengukur apa yang seharusnya diukur.
Jadi, validitas (ketepatan) di sini berarti menilai apa yang seharusnya dinilai
dengan menggunakan alat penilaian yang benar-benar sesuai. Seandainya kita
ingin mengukur perubahan perilaku siswa misalnya, kita memerlukan alat
penilaian yang dapat memberi indikasi bahwa telah terjadi perubahan pada
tingkat tertentu seperti yang kita harapkan. Tes prestasi belajar diharapkan
benar-benar dapat mengukur jenis perubahan yang sudah ditetapkan dalam tujuan
pembelajaran. Jika tujuan pembelajarannya adalah meminta siswa untuk dapat
membedakan dan mengkontraskan susunan keluarga dalam masyarakat yang berbeda,
maka butir tes harus mensyaratkan siswa melakukan kegiatan membandingkan atau
mengkontraskan. Contoh tersebut menunjukkan betapa pentingnya konsep validitas
untuk diperhatikan guru. Guru seyogyanya paham mengenai tujuan pembelajaran
yang telah dirumuskannya. Dalam konteks ini, perilaku, hasil, atau pengalaman
yang dapat menjadi bukti bahwa tujuan pembelajaran sudah atau sedang akan
dicapai harus betul-betul dipahami oleh guru. Jika tidak, bisa dipastikan guru
tidak dapat memilih atau menyusun butir-butir penilaian untuk mengukur apakah
sebuah tujuan telah dapat dicapai.
Salah satu
bagian penting lainnya dari validitas adalah “comprehensiveness”. Semua
kategori tujuan harus dinilai untuk menetapkan sampai sejauh mana tujuan-tujuan
tersebut telah tercapai. Bukan hanya pengetahuan saja, tetapi juga pengembangan
berpikir, sikap, perasaan, nilai-nilai, dan ketrampilan.
b.
Reliabilitas
Sifat penting
berikutnya yang harus dimiliki oleh setiap tes adalah reliabilitas. Tes
dikatakan reliabel jika ada keajegan atau konsisten Artinya, apabila tes itu
diulang, maka hasil skor siswa secara kasar relatif sama dengan hasil yang diperoleh
ketika pertama kali menempuh tes tersebut.
Ada berbagai
faktor yang dapat mempengaruhi reliabilitas sebuah tes. Ebel sebagaimana
dikutip oleh Fraenkel (1981: 281) mengemukakan beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat reliabilitas sebuah tes. Pertama, jika soal terlalu sukar,
terlalu mudah atau tidak jelas, maka akan menghasilkan skor yang tidak reliabel.
Kedua, jika siswa yang menempuh tes tersebut amat beragam karakteristiknya.
Ketiga, jika seseorang yang memberi skor pada tes tersebut tidak menggunakan
standar yang sama, maka semua hasil pekerjaan atau skornya pun tidak reliabel.
Tes juga harus memberi banyak contoh perilaku yang akan kita nilai.
Secara reliabel,
kemampuan seseorang tidak dapat diukur jika hanya satu kemungkinan yang
diberikan kepadanya untuk mendemonstrasikan kemampuan tersebut. Hal itu juga
berarti bahwa kita tidak menilai secara reliabel pengetahuan siswa tentang
kemajuan pemerintahan sekarang ini jika hanya diberi satu soal tentang
pemerintahan. Atas dasar itulah, idealnya, semakin panjang sebuah tes akan semakin
reliabel. Selain itu, terdapat hubungan yang erat antara validitas dan
reliabilitas. Sebuah tes yang valid sudah pasti reliabel namun tidak demikian
sebaliknya. Itu berarti sebuah tes yang mengukur apa yang seharusnya diukur
maka tes tersebut akan mengukur secara reliabel.
c.
Obyektifitas
Ciri ketiga
sebuah tes adalah obyektif. Sebuah tes pada dasarnya harus menghindari
pertimbangan subyektif seorang guru. Namun hal itu tidak sepenuhnya dapat
dicapai. Guru umumnya berpendapat bahwa tes obyektif seperti pilihan benar salah
dan pilihan ganda tidak bersifat subyektif. Kedua jenis tes tersebut lebih obyektif
daripada tes uraian dalam hal penskoran. DeCecco (Fraenkel : 1981) mengatakan
bahwa paling tidak ada dua faktor yang dapat mengurangi obyektifitas sebuah tes
obyektif. Pertama, butir soal tidak dapat menjelaskan semua kondisi dan kualifikasi
yang diperlukan untuk membuat hanya satu jawaban yang benar.
2.
Rambu-rambu Menyusun Penilaian PKn SD
Selain menilai
aspek kognitif, PKn juga menilai aspek nonkognitif. Dengan demikian,
penilaiannya dapat menggunakan tes dan non tes. Kedua bentuk ini amat diperlukan
dalam setiap mata pelajaran seperti halnya PKn. Namun, yang harus diperhatikan
oleh guru adalah aspek yang menjadi titik berat suatu mata pelajaran. Sebagai
contoh, PKn dengan titik berat pada aspek afektif tidak mengabaikan pentingnya
penilaian aspek kognitif dan tindakan moral. Demikian juga dengan mata pelajaran
Pendidikan Agama dan Kesenian tentu menuntut pengetahuan namun tekanan dari
kedua mata pelajaran tersebut juga pada aspek afektif yang menyangkut tentang keyakinan,
nilai-nilai, dan juga tindakan. Hal yang harus diakui adalah antara
pengetahuan, sikap dan ketrampilan terdapat satu kaitan erat. Sikap tidak mungkin
terjadi tanpa pengetahuan dan pengetahuan dapat mempengaruhi sikap seseorang.
Dengan diperolehnya pengetahuan maka sikap seseorang akan berubah dan perubahan
sikap merupakan awal perubahan perilaku. Secara umum, sikap, minat, pendapat,
dan nilai-nilai hanya bisa dideteksi atas dasar kesimpulan (inferensi) atau
perilaku yang diamati. Oleh karena itu, diperlukan alat-alat penilaian yang
dapat membantu menarik kesimpulan tentang afeksi siswa atau menyimpulkan
berdasarkan apa yang ditampilkan siswa sebagai sebuah hasil pengamatan.
Selain
menyangkut aspek kognitif yang dapat diukur dengan menggunakan tes yang
meliputi tes obyektif dan esai, untuk hasil belajar yang bersifat afektif
diperlukan juga bentuk penilaian yang bukan tes, diantaranya melalui metode
pengamatan dan inkuiri. Pengamatan adalah metode untuk memperoleh data dan
informasi yang akan diukur atau dinilai baik yang dilakukan secara langsung
atau tidak langsung dengan terlebih dahulu menyiapkan format pengamatan.
Berbagai jenis pengamatan tersebut meliputi pengamatan langsung dan tidak
langsung, berstruktur dan tidak berstruktur, berpartisipasi, tidak
berpartisipasi serta kuasi partisipasi dan pengamatan eksperimental. Metode
inkuiri bertujuan menggali keterangan-keterangan yang diperlukan untuk dinilai dengan
memberikan berbagai pertanyaan baik lisan maupun tertulis disesuaikan dengan maksud
penilaian itu sendiri. Teknik-teknik dalam metode inkuiri ini adalah inventori,
kuesioner, dan wawancara.
a.
Menilai Hasil Belajar Kognitif
Seperti diuraikan
di atas, salah satu alat yang dapat digunakan untuk menilai hasil belajar
kognitif siswa adalah tes. Tes bisa berbentuk obyektif dan esai. Pada dasarnya,
tidak ada aturan khusus yang jelas tentang kapan saat yang tepat untuk menggunakan
keduanya. Akan tetapi, ada hal yang dapat membantu guru SD dalam menetapkan
penggunaannya, yaitu jika guru menyadari karakteristik umum dari masing-masing
bentuk tersebut, sehingga dapat memutuskan mana yang paling tepat digunakan.
Menilai hasil
belajar kognitif siswa dalam PKn dengan memperhatikan pendapat Ebel tersebut
dilakukan dengan menggunakan hampir semua bentuk dan jenis tes, baik lisan
maupun tertulis. Bentuk-bentuk tes obyektif yang bisa dipilih adalah pilihan
ganda biasa, benar salah, hubungan antarhal, menjodohkan, melengkapi isian,
tinjauan kasus, dan mengenali atau bereaksi terhadap situasi kritis dan
problematis. Sementara itu, untuk tes esai bisa digunakan esai terbatas dan
esai berstruktur. Dalam melakukan penilaian terhadap hasil belajar kognitif
siswa SD, penggunaan tes obyektif dan tes esai sangat memungkinkan. Dikatakan
demikian karena walaupun PKn menekankan pada aspek afektif namun porsi
pemberian data, fakta, informasi, serta konsep merupakan salah satu tujuan yang
hendak dicapai apalagi jika disadari bahwa aspek afektif tidak tepisah sama
sekali dari aspek kognitif. Pengetahuan nilai moral adalah salah satu contoh
kongkrit.
b.
Menilai Hasil Belajar Non Kognitif
Penilaian hasil
belajar siswa dalam PKn juga meliputi sikap, minat, perasaan, nilai-nilai, dan
apresiasi. Akan tetapi, biasanya hal ini kurang mendapat perhatian karena: (1)
sulitnya mengidentifikasi hasil-hasil pendidikan moral dan menerjemahkannya ke
dalam perilaku siswa yang diamati, (2) sulitnya mengembangkan kriteria untuk
menilai hasil pendidikan moral, (3) adanya kekurangan dalam prosedur penilaian,
teknik dan alat serta instrumen penilaian, (4) kurang terampilnya guru dalam
melakukan evaluasi afektif sebagai hasil dari pendidikan moral, (5) kurangnya
tenaga-tenaga terlatih yang dapat menyiapkan bahan-bahan dan instrumen
penilaian dalam bidang pendidikan moral, (6) kurangnya keterkaitan antara
sekolah dengan lembaga-lembaga sosial lainnya yang mempengaruhi anak dalam
pendidikan moral, (7) kurangnya minat dan inisiatif guru pendidikan moral, (8)
kurangnya bahan-bahan kepustakaan tentang evaluasi dalam pendidikan moral, (9)
terbatasnya penelitian dalam bidang evaluasi pendidikan moral, dan (10)
banyaknya ujian yang dilakukan dalam mata pelajaran. Kutipan tersebut
menunjukkan bahwa penilaian pendidikan nilai moral dan PKn khususnya menghadapi
berbagai kendala. Hal ini tidak berarti bahwa hasil belajar atau tujuan
pembelajaran yang bersifat afektif tidak dapat dinilai.
Penilaian memerlukan
waktu yang lama karena hasil belajar aspek afektif harus melalui proses
tertentu, dimulai dari menerima informasi tentang nilai dan moral sampai pada
mengubah sikap dan akhirnya perilaku. Berbeda dengan pengetahuan yang sesaat
setelah disampaikan dapat segera dilihat hasilnya karena pada dasarnya mengandalkan
pada ingatan seseorang dan demikian juga tentunya dengan ingatan mengenai
pengetahuan nilai moral. Akan tetapi, jika menyangkut perasaan (feeling)
atau apresiasi seseorang, hal itu memerlukan waktu yang kadang-kadang lama bergantung
pada: (1) nilai moral apa yang akan disampaikan, (2) kepada siapa nilai itu
disampaikan, (3) cara menyampaikan, (4) hal yang melatarbelakangi nilai moral yang
disampaikan, dan (5) untuk kepentingan apa. Penilaian aspek afektif dapat
dilakukan dengan cara mengamati respon siswa berupa kesan dan pendapat yang
dapat mencerminkan sikap dan perilaku siswa yang dinilai. Cara itu ditempuh
misalnya dengan menjawab pertanyaanpertanyaan, baik melalui kuesioner maupun
melalui wawancara serta respon-respon lain yang memungkinkan guru menyimpulkan
kecenderungan-kecenderungan sikap, moral, minat, disiplin, partisipasi,
perilaku dan tindakan serta kepribadian siswa atau siapa saja yang dinilai.
Untuk menilai
aspek afektif dapat menggunakan penilaian yang bukan tes yaitu pengamatan dan
inkuiri, sementara aspek psikomotor (tindakan moral) penilaiannya pada dasarnya
hampir sama dengan aspek afektif. Sebaiknya, penilaian aspek psikomotor
diarahkan pada kegiatan yang dapat menampakkan perilaku dan tindakan moral
siswa dalam kehidupan di lingkungan sekolah, baik dalam lingkungan belajar,
bermain ataupun kegiatan yang dapat menunjukkan tindakan yang dilakukan siswa
kepada guru. Tindakan moral yang ditampilkan siswa dapat terjadi secara alami
atau dalam situasi yang dimanipulasikan. Dengan demikian, maka unjuk kerja
siswa sebagai indikator pengamatan yang menunjukkan tindakan moralnya adalah
sumber utama penilaian psikomotor. Teknik pengembangan penilaian psikomotor
hampir sama dengan konstruksi evaluasi afektif dengan pengamatan dan penilaian
sendiri. Untuk memperoleh gambaran tentang penilaian non kognitif, berikut ini beberapa
contoh alat penilaian non kognitif ranah afektif.
·
Pengamatan
Pengamatan
adalah teknik yang umum digunakan dalam penilaian. Tujuannya adalah untuk
menilai hasil-hasil belajar siswa secara luas oleh karena banyak hal yang tidak
dapat diukur melalui tes obyektif. Teknik ini memberi gambaran tentang
keterpaduan fungsi siswa, tidak mengganggu kegiatan normal, dan dapat memberi
hasil-hasil yang dapat dipercaya terutama
jika dibandingkan
dengan data yang diperoleh dari kondisi artificial, seperti tes tertlis dan tes
perbuatan.
Ada berbagai
jenis pengamatan. Jenis-jenis pengamatan ditentukan oleh cara melakukan dan
alat pengamatan yang digunakan sehingga ada pengamatan langsung, tidak langsung,
pengamatan terstruktur dan tidak terstruktur serta pengamatan berpartisipasi,
tidak berpartisipasi, kuasi partisipasi, dan eksperimental. Dalam melakukan
penilaian bukan tes diharapkan guru menyediakan catatan permanen untuk mencatat
perubahan atau pertumbuhan perilaku siswa yang dilakukan secara periodik
sehingga membantu siswa menetapkan tingkat kemajuan mereka.
·
Inkuiri
Penggunaan
inkuiri sebagai salah satu alat penilaian aspek afektif seperti halnya dengan
teknik lainnya dapat diandalkan untuk memperoleh jawaban tentang afeksi siswa.
Metode inkuiri bertujuan menggali keteranganketerangan yang diperlukan untuk
dinilai dengan memberikan berbagai pertanyaan, baik lisan maupun tertulis
disesuaikan dengan maksud penilaian itu sendiri. Teknik-teknik dalam metode
inkuiri ini adalah inventori, kuesioner dan
wawancara.
D. Model Pembelajaran Berbasis Proyek
dan Kurikulum 2013
Dalam
rasional perubahan kurikulum sebelumnya (KTSP/Kurikulum 2006) ke Kurikulum2013 disebutkan bahwa perkembangan
pengetahuan dan pedagogi dalam hal ini neurologi, psikologi, observation based (discovery) learning dan collaborative learningadalah salah
satu alasan pentingnya perubahan kurikulum. Hal ini tentu berimplikasi pada
model-model pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan mengajar di sekolah.
Salah satu model pembelajaran yang dianjurkan untuk digunakan adalah model
pembelajaran berbasis proyek (project
based learning). Hal ini tentunya bukan tanpa alasan, karena mengingat
karakteristik-karakteristik unggul dari model pembelajaran ini yang mampu
mengakomodasi alasan tersebut di atas.
Selain itu pembelajaran tentunya harus diubah dari kecenderungan lama (satu arah) agar menjadi lebih interaktif (multiarah). Melalui model pembelajaran ini, siswa juga akan dapat diharapkan menjadi aktif menyelidiki (belajar) dengan menyajikan dunia nyata (bukan abstrak) kepada mereka. Di dalam model pembelajaran ini, siswa akan bekerja secara tim (berkelompok) kooperatif dan mengubah pemikiran faktual semata menjadi pemikiran yang lebih kritis dan analitis.
Selain itu pembelajaran tentunya harus diubah dari kecenderungan lama (satu arah) agar menjadi lebih interaktif (multiarah). Melalui model pembelajaran ini, siswa juga akan dapat diharapkan menjadi aktif menyelidiki (belajar) dengan menyajikan dunia nyata (bukan abstrak) kepada mereka. Di dalam model pembelajaran ini, siswa akan bekerja secara tim (berkelompok) kooperatif dan mengubah pemikiran faktual semata menjadi pemikiran yang lebih kritis dan analitis.
a.
Salah Satu Model Pembelajaran dalam
Pendekatan Saintifik
Model
pembelajaran berbasis proyek (Project
Based Learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat
digunakan oleh guru sehingga secara otomatis guru berarti juga menggunakan
pendekatan saintifik (scientific
approach) dalam pembelajarannya. Pendekatan saintifik adalah pendekatan
pembelajaran di mana siswa memperoleh pengetahuan berdasarkan cara kerja
ilmiah. Melalui pendekatan saintifik ini siswa akan diajak meniti jembatan emas
sehingga ia tidak hanya mendapatkan ilmu pengetahuan (knowledge) semata tetapi juga akan mendapatkan keterampilan dan
sikap-sikap yang dibutuhkan dalam kehidupannya kelak. Saat belajar menggunakan
model pembelajaran berbasis proyek ini, siswa dapat berlatih menalar secara
induktif (inductive reasoning).
Sebagai salah satu model pembelajaran dalam pendekatan saintifik, project based learning (model
pembelajaran berbasis proyek) sangat sesuai dengan Permendikbud Nomor 81 A
Tahun 2013 Lampiran IV mengenai proses pembelajaran
yang harus memuat 5M, yaitu: (1)
mengamati; (2) menanya; (3) mengumpulkan informasi; (4) mengasosiasi; dan (5)
mengkomunikasikan.
b.
Kurikulum 2013 dan Pembelajaran Aktif
Termaktub Dalam Project Based
Learning
Dalam
model pembelajaran berbasis proyek ini, siswa melakukan pembelajaran aktif.
Mereka benar-benar akan dibuat aktif baik secara hands on (melalui
kegiatan-kegiatan fisik), maupun secara minds on (melalui kegiatan-kegiatan
berpikir/secara mental). Karena itulah, ruh dari pelaksanaaan model
pembelajaran berbasis proyek ini sesuai sekali dengan amanat Kurikulum 2013.
Siswa, melalui pembelajaran aktif akan melakukan aktifitas 5M (mengamati,
menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasi, dan mengkomunikasikan).
BAB
III. PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Tugas PKn dengan
paradigma barunya yaitu mengembangkan pendidikan demokrasi mengemban tiga
fungsi pokok, yakni mengembangkan kecerdasan warganegara, membina keterampilan
warga negara dan membentuk watak warga negara. Kecerdasan warganegara yang
dikembangkan untuk membentuk warga negara yang baik bukan hanya dalam dimensi
rasional, melainkan juga dalam dimensi spiritual, emosional, dan sosial
sehingga paradigma baru PKn bercirikan multidimensional.
2.
Pembelajaran PKn SD
menggunakan pembelajaran portofolio, modeling, conditioning, gaming, teaching
dan VTC.
3.
Penilaian proses dan
hasil belajar PKn diantaranya ceramah bervariasi, tanya jawab, diskusi,
pemecahan masalah inquiry, bermain peran, dan karya wisata. proses validitas,
reliabilitas, dan obyektivitas.
4.
Kurikulum 2013
menggunakan dua metode, yaitu model pembelajaran saintifik dan project based
learning.
DAFTAR
PUSTAKA
No comments:
Post a Comment