BAB
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hakikat manusia dilihat dari sisi penciptaannya
adalah makhluk sempurna karena dibekali oleh akal. Maka dengan akal itulah
manusia akan selalu berfikir tentang kelangsungan hidupnya dan generasi
penerusnya. Manusia akan melakukan banyak cara untuk bertahan baik untuk
dirinya maupun keturunan atau generasinya, sekaligus meningkatkan kualitas
kehidupannya baik fisik maupun non fisik yang berlangsung secara alami.
Seiring perkembangan peradaban manusia, pendidikan
dilaksanakan secara lebih sistematis dan terorganisir dalam bentuk bentuk
pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini manusia pada dasarnya bisa sebagai
subyek sekaligus obyek dari pendidikan. Sebagai subyek pendidikan berarti
mereka berperan aktif dalam proses dan pelaksanaannya, mereka bertanggungjawab
sebagai perencana, pengelola sekaligus pihak yang harus mengevaluasi dan
mengawasi proses berlangsungnya pendidikan tersebut. Sedangkan sebagai obyek
berarti mereka menjadi sasaran yang harus digarap dan dituju oleh pendidikan
(khususnya manusia yang belum dewasa).
1.2 Rumusan
masalah
1.
Bagaimana pengertian dan aspek-aspek hakikat manusia?
2.
Bagaimana hubungan hakikat manusia dengan pendidikan?
3.
Bagaimana hubungan pendidikan, martabat dan hak
asasi manusia?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui bagaimana pengertian dan
aspek-aspek hakikat manusia?
2.
Untuk mengetahui bagaimana hubungan hakikat manusia
dengan pendidikan?
3.
Untuk mengetahui bagaimana hubungan pendidikan,
martabat dan hak asasi manusia?
BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Aspek-aspek Hakikat Manusia
2.1.1 Pengertian
Hakikat Manusia
Manusia
adalah makhluk bertanya, ia mempunyai hasrat untuk mengetahui segala sesuatu.
Dalam kehidupannya yang nyata manusia menunjukkan keragaman dalam berbagai hal,
baik tampilan fisiknya, strata sosialnya, kebiasaannya.
Hakikat
manusia adalah seperangkat gagasan atau konsep yang mendasar tentang manusia
dan makna eksistensi manusia di dunia. Aspek-aspek hakikat manusia antara lain
berkenaan dengan asal-usulnya (contoh: manusia sebagai makhluk tuhan), struktur
metafisiknya (contoh: manusia sebagai kesatuan badan-ruh), serta karakteristik
dan makna eksistensi manusia di dunia (contoh: manusia sebagai makhluk
individual, sebagai makhluk sosial, sebagai makhluk berbudaya, sebagai makhluk
susila, dan sebagai makhluk beragama)
2.1.2 Aspek-aspek
Hakikat Manusia
1. Manusia sebagai Makhluk Tuhan
Manusia adalah subyek
yang memiliki kesadaran (consciousness)
dan penyadaran diri (Self-awarness).
Karena itu manusia adalah subyek yang
menyadari keberadaaanya, ia mampu membedakan dirinya dengan segala sesuatu yang
ada diluar dirinya (obyek). Selain
itu manusia bukan saja mampu berfikir tentang diri dan alam sekitarnya, tetapi
sekaligus sadar tentang pemikirannya.
Kita memang tidak dapat
memungkiri tentang adanya evolusi di alam semesta termasuk pada diri manusia,
namun atas dasar keyakinan agama tentu saja kita tidak dapat menerima pandangan
yang menyatakan berada-nya manusia di alam semesta semata-mata sebagai evolusi
dari alam itu sendiri tanpa pencipta. Oleh karena manusia berkedudukan sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa maka dalam pengalaman hidupnya terlihat bahkan
dapat kita alami sendiri adanya fenomena
kemakhlukan. Fenomena kemakhlukan ini, antara lain berupa pengakuan atas
adanya perbedaan kodrat dan martabat manusia daripada Tuhannya. Manusia
merasakan dirinya begitu kecil dan rendah di hadapan Tuhannya Yang Maha Besar
dan Maha Tinggi.
2. Manusia sebagai Kesatuan Badan-Roh
Terdapat empat paham mengenai manusia
adalah kesatuan badan-roh.
a.
Materialisme. Gagasan para penganut Materialisme, seperti Julien
de La Mattriedan Ludwig Federbach bertolak dari realita sebagaimana dapat di
ketahui melalui pengalaman diri atau observasi. manusia adalah apa yang nampak
dalam wujudnya, terdiri atas zat (daging, tulang, urat syaraf). Segala hal yang
bersifat kejiwaan, spiritual atau rohaniah pada manusia dipandang hanya sebagai
resonansi saja dari berfungsinya badan atau organ roh.
b.
Idealisme. Menurut penganut idealisme bahwa esensi diri manusia
adalah jiwanya atau spiritnya atau rohaninya. Menurut Plato, jiwa mempunyai
kedudukan lebih tinggi dari badan. Dalam hubungannya dengan badan, jiwa
berperan sebagai pemimpin badan, jiwalah yang mempengaruhi badan karena itu
badan mempunyai ketergantungan kepada badan. Jiwa adalah asas primer yang
menggerakkan semua aktivitas manusia, badan tanpa jiwa tiada memiliki daya.
Pandangan tentang hubungan badan dan jiwa seperti itu dikenal sebagai spiritualisme.
c.
Dualisme. Menurut Rence Descartes, esensi diri manusia
terdiri atas dua substansi yaitu badan dan
jiwa. Oleh karena manusia terdiri
atas dua substansi (badan dan jiwa) maka antara keduanya tidak terdapat
hubungan saling mempengaruhi, namun demikian setiap peristiwa kejiwaan selalu
paralel dengan peristiwa badaniah atau sebaliknya. Contohnya, jika jiwa sedih
maka secara paralel badan pun tampak murung atau menangis. Pandangan hubungan
antara badan danjiwa seperti itu dikenal sebagai Paralelisme.
d.
E.F. Schumacher memandang manusia sebagai kesatuan dari hal yang
bersifat badani dan rohani yang pada hakikatnya berbeda dari benda material,
tumbuhan, hewan maupun Tuhan.
3. Manusia sebagai Makhluk Individu
Sebagai
individu, manusia adalah satu kesatuan
yang tak dapat dibagi, memiliki perbedaan dengan manusia yang lainnya sehingga
bersifat unik, dan merupakan subjek otonom. Setiap manusia mempunyai
dunianya sendiri, tujuan hidupnya sendiri. Masing-masing secara sadar berupaya
menunjukkan eksistensinya, ingin menjadi dirinya sendiri atau bebas
bercita-cita untuk menjadi seseorang tertentu.
4. Manusia sebagai Makhluk sosial
Manusia hidup
dalam hidup keterpautan dengan sesamanya. Dalam hidup bersama dengan sesamanya
(bermasyarakat) setiap individu menempati kedudukan
(status) tertentu. Di samping itu, setiap individu mempunyai dunia dan
tujuan hidupnya masing-masing, mereka juga mempunyai dunia bersama dan tujuan
hidup bersama dengan sesamanya.
5. Manusia sebagai Makhluk Berbudaya
Manusia memiliki
inisiatif dan kreatif dalam menciptakan kebudayaan, hidup berbudaya, dan
membudaya. Kebudayaan bukan sesuatu yang ada di luar manusia, bahkan hakikatnya
meliputi perbuatan manusia itu sendiri. Kebudayaan memiliki fungsi positif bagi
kemungkinan eksistensi manusia, namun demikian apabila manusia kurang bijaksana
dalam mengembangkannya, kebudayaan pun dapat menimbulkan kekuatan-kekuatan yang
mengancam eksistensi manusia.
6. Manusia sebagai Makhluk Susila
Manusia
mempunyai potensi dan kemampuan untuk berpikir, berkehendak beabs,
bertanggungjawab, serta mempunyai potensi untuk berbuat baik. Karena itulah, eksistensi manusia
memiliki aspek kesusilaan. Menurut Immanuel Kant, manusia memiliki aspek
kesusilaan karena pada manusia terdapat rasio
praktis yang memberikan perintah mutlak. Contoh: jika kita meminjam barang
milik orang lain maka ada perintah yang mewajibkan untuk mengembalikan barang
pinjamn tersebut.
Sebagai makhluk
otonom atau memiliki kebebasan, manusia selalu dihadapkan pada suatu alternatif
tindakan yang harus dipilihnya. Adapun kebebasan berbuat ini juga selalu
berhubungan dengan norma-norma moral dan
nilai-nilai moral yang juga harus dipilihnya.
7. Manusia sebagai Makhluk Beragama
Aspek keberagamaan adalah salah satu karakteristik esensial eksistensi
manusia yang terungkap dalam bentuk keyakinan akan kebenaran suatu agama yang
diwujudkan dalam sikap dan perilaku. Manusia hidup beragama karena agama
menyangkut masalah-masalah yang bersifat mutlak maka pelaksanaaan keberagamaan
akan tampak dalam kehidupan sesuai agama yang dianut masing-masing individu.
Dalam keberagamaan in manusia akan merasakan hidupnya bermakna. Ia memperoleh
kejelasan tentang dasar hidupnya, tata cara hidup dalam berbagai aspek
kehidupannya, dan menjadi jelas pula apa yang menjadi tujuan hidupnya.
2.2 Hubungan
Hakikat Manusia dengan Pendidikan
Manusia adalah makhluk
ciptaan tuhan yang paling sempurna memiliki kecerdasan intelektual dan daya
nalar sehingga manusia mampu berfikir, berbuat, dan bertindak untuk membuat
perubahan dengan maksud pengembangan sebagai manusia yang utuh.
Menurut Wahyudin
(2008:1.20) Berbagai aspek kehakikat manusia, pada dasarnya adalah potensi yang
harus diwujudkan setiap orang, sebab itu berbagai aspek hakikat manusia
merupakan manusia ideal, merupakan manusia yang dicita-citakan atau yang
menjadi tujuan. Sesosok manusia ideal tersebut harus diupayakan atau
diwujudkan.
Dalam kaitannya dengan
perkembangan individu, manusia dapat tumbuh dan berkembang melalui suatu proses
alami menuju kedewasaan baik bersifat jasmani maupun rohani. Oleh karena itu,
manusia memerlukan pendidikan demi mendapatkan perkembangannya yang optimal
sebagai manusia.
Pada dasarnya ada dua
pokok permasalahan tentang hakikat manusia terhadap pendidikan. Pertama,
tentang mengapa manusia harus atau perlu didik. Kedua, mengapa manusia mungkin
atau dapat didik. Setelah mengetahui pokok permasalahan tersebut , dapat
mengetahui atau menjelaskan tentang asas-asas perlunya pendidikan bagi manusia
sebagai implikasi dari hakikat manusia terhadap pendidikan, dan asas-asas
tentang kemungkinan pendidikan sebagai implikasi hakikat manusia terhadap
pendidikan.
2.2.1 Asas-Asas Keharusan atau Perlunya Pendidikan
Bagi Manusia
1.
Manusia sebagai Makhluk
yang Belum Selesai
Manusia
tidak mampu menciptakan dirinya sendiri,beradanya manusia didunia ini bukan
pula sebagai evolusi tanpa pencipta sebagaimana diyakini penganut
Evolusionisme, melainkan sebagai ciptaan Tuhan. Sebagai kesatuan badani-rohani
manusia memiliki historisitas dan hidup bertujuan.
Maka
dari itu, eksistensi manusia terpaut dengan masa lalunya (misal ia berada
karena diciptakan Tuhan, lahir didunia dalam keadaan tidak berdaya sehingga
memerlukan bantuan orang lain dan seterusnya) dan sekaligus menjangkau masa
depan untuk mencapai tujuan hidupnya. Manusia berada pada perjalanan hidup,
perkembangan dan pengebangan diri. Ia adalah manusia , tetapi sekaligus “belum
selesai” mewujudkan diri sebagai manusia.
2. Tugas
dan Tujuan Manusia Adalah Menjadi Manusia
Manusia hidup didunia
dalam keadaan belum tertentukan menjadi apa atau menjadi siapa nantinya karena
itu aspek-aspek hakikat manusia yang pada dasarnya merupakan potensi sekaligus
adalah sebagai tugas yang harus diwujudkan setiap orang. Berbagai aspek hakikat
manusia pada dasarnya adalah potensi yang harus diwujudkan setiap orang, sebab
itu bahwa berbagai aspek hakikat manusia
adalah sosok manusia yang ideal, merupakan gambaran manusia yang dicita-citakan
atau yang menjadi tujuan. Sosok manusia ideal tersebut belum terwujud melainkan
harus diupayakan untuk diwujudkan.
3. Perkembangan
Manusia Bersifat Terbuka
Perkembangan manusia
bersifat terbuka atau mengandung berbagai kemungkinan. Manusia mungkin
berkembang sesuai kodrat dan martabat kemanusiaanya atau maupun menjadi
manusia, sebaliknya mungkin pula ia berkembang ke arah yang kurang sesuai
bahkan tidak sesuai dengan kodratnya dan martabat kemanusiaanya.
2.2.2 Asas-Asas Kemungkinan Pendidikan
1.
Asas Potensialitas
Berbagai potensi yang
ada pada manusia yang memungkinkan ia akan mampu menjadi manuisa, tetapi untuk
itu memerlukan suatu sebab, yaitu pendidikan. Contohnya, manusia mengembangkan
potensi yang ada pada dirinya dengan menggunakan pendidikan seperti mengikuti
lomba olimpiade matematika.
2. Asas
Dinamika
Manusia selalu aktif
baik dalam aspek fisiologik maupun spiritualnya. Ia selalu menginginkan dan
mengejar segala hal yang lebih dari apa yang telah ada atau yang telah
dicapainya. Contohnya, manusia selalu
ingin menjadi lebih baik dalam hal pendidikan.
3. Asas
Individualitas
Individu memiliki
kedirisendirian (subjektivitas), ia berbeda dari yang lainya dan memiliki
keinginan untuk menjadi seseorang sesuai keinginan dirinya sendiri. Contohnya,
manusia bebas dan aktif
berupaya untuk mewujudkan dirinya.
4. Asas
Sosialitas
Sebagai insan sosial manusia
hidup bersama dengan sesamanya, ia butuh bergaul dengan orang lain. Dalam
kehidupan bersama dengan sesamanya ini akan terjadi hubungan timbal balik.
Contohnya, manusia butuh manusia lain untuk saling bertukar informasi ataupun
tentang pendidikan.
5. Asas
Moralitas
Manusia memiliki kemampuan
untuk membedakan yang baik dan yang tidak baik. Dan pada dasarnya ia berpotensi
untuk berperilaku baik atas kebebasan dan tanggung jawabnya (aspek moralitas).
Contohnya dalam aspek kesusilaan manusia diharapkan mampu berperilaku sesuai
dengan norma-norma moral dan nilai- nilai moral yang diakui.
2.3
Pendidikan,
Martabat, dan Hak Asasi Manusia
2.3.1 Pendidikan
sebagai Humanisasi.
Tugas dan tujuan hidup manusia
adalah membangan (mengadakan) dirinya mendekati manusia yang dalam filsafat
disebut self-realization. Pendidikan dapat didefinisikan sebagai
humanisasi (upaya memanusiakan manusia), yaitu upaya dalam rangka membantu
manusia agar mampu hidup sesuai dengan martabat kemanusiaanya atau menjadi
manusia yang sebenarnya. Manusia dapat mengembangkan segenap potensinya untuk
mampu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, potensi untuk mampu
berbuat atau berperilaku baik, potensi untuk hidup sehat, potensi cipta, rasa,
karsa, dan karyanya.
Dengan
adanya pendidikan sebagai humanisasi, dapat mencegah ketidakmanusiaan dalam
pendidikan sehingga tercapai moralitas dalam pendidikan dan dapat menjadikan
kita merasa nyaman dimana pun kita berada dan dengan siapapun kita bertemu.
2.3.2 Pendidikan dan Hak Asasi
Manusia
Hak adalah milik manusia karena
naturanya, namun karena natura ini adalah natura sosial maka dengan apa yang
dianggap sebagai hak diwajibkan mengakui hak orang lain begitulah
pernyataan dari Jauh Locke, sedangkan menurut Noah Webster
seorang pemikir besar Amerika menyatakan , pemerintah dispotik akan membatasi
pendidikan karena kawatir kekuasaannya lama kelamaan berkurang. Hak asasi
adalah hak yang dasar atau pokok. Hak asasi manusia merupakan hak-hak yang
alamiah yang tidak dapat dicabut karena ini adalah karunia Tuhan. Hak-hak tersebut
antara lain hak hidup, kebebasan dan mengejar kebahagiaan.
Disamping itu hak asasi meliputi kebebasan berbicara, kebebasan beragama,
kebebasan berkumpul dan berserikat. Menurut Thomas Jefferson pendidikan
adalah syarat mutlak dari kemerdekaan, ia juga menegaskan bahwa modal utama
kekuatan politik berada pada rakyat, yaitu rakyat yang menguasai pengetahuan
dan informasi.
Hak asasi sebagai dasar demokrasi pendidikan,
sehingga pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara yang tertuang dalam
pasal 31 UUD RI 1945 yang berbunyi :
a.
Tiap-tiap warga negara berhak
mendapat pendidikan.
b.
Setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Dalam UUD RI no. 20 tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa : Pasal 4 ayat 1
“Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak
diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan,
nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
Adapun kewajiban
pemerintah diatur pada pasal 11 UUD RI no. 20 tahun 2003 yang berbunyi :
a.
Pemerintah dan pemerintah daerah
wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya
pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
b.
Pemerintah dan pemerintah daerah
wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendididkan bagi setiap
warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.
BAB 3. PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Dari uraian
materi, kami dapat menyimpulkan sebagai berikut.
1. Hakikat
manusia adalah seperangkat gagasan atau konsep yang mendasar tentang manusia
dan makna eksistensi manusia di dunia. Ada 7 aspek hakikat manusia yaitu:
1) Manusia
sebagai Makhluk Tuhan
2) Manusia
sebagai Kesatuan Badan-Roh
3) Manusia
sebagai Makhluk Individu
4) Manusia
sebagai Makhluk Sosial
5) Manusia
sebagai Makhluk Berbudaya
6) Manusia
sebagai Makhluk Susila
7) Manusia
sebagai Makhluk Beragama
2. Asas-Asas
Keharusan atau Perlunya Pendidikan Bagi Manusia dan asas-asas tentang
kemungkinan pendidikan sebagai implikasi hakikat manusia terhadap pendidikan.
3. Pendidikan
sebagai humanisasi yaitu suatu upaya dalam rangka peserta didik agar mampu
hidup sesuai dengan martabat kemanusiannya.
3.2 Saran
Sebagai manusia,
kita hendaknya lebih mengetahui dan memahami hakikat manusia terhadap
pendidikan, yaitu pendidikan sebagai humanisasi, serta pendidikan sebagai hak
asasi setiap manusia.
DAFTAR PUSTAKA
§
Abdullah,
A.R.S (1991). Educational Theory,
A.Quranic Outlook (Alih bahasa: Mutammam). Bandung: Diponegoro.
§
Anshari,E.S
(1983). Filsafat, Ilmu dan Agama. Surabaya:
Bina Ilmu
§
Ali,
F (1985), Realitas Manusia. Parandangan
Sosiologis Ibnu Khaldun, dalam Insan Kamil (Penyunting : Dawam Raharjo).
Jakarta: Grafiti Pers.
§
Buber,
M (1959). Between Man and Man. (Translated
by Ronald Gregor Smith). Boston: Beacon Press.
§
Butler,
J. D. (1957) . Four Philosophies and
Their Practice in Education and Religion. New York: Harper dan Brothers Publishers.
§
Cassirer,
E. (1987). An Essay On Man. (Terjemahan:
Alois A. Nugroho). Jakarta: Gramedia.
§
Friedman,
S. M. (1954). Marlin Buber, The. Life of
Dioalogue. London: Routledge and Began
Paul Ltd.
§
Frost
Jr., S.E. (1957). Basic Teaching of The
Great Philosophers. New York: Barnes dan Nobels.
§
Hasan,
F. (1973). Berkenalan dengan
Eksistensialisme. Jakarta: Pustaka Jaya.
§
Henderson,
S. v. P. (1959). Introduction to
Philosophy of Education. Chicago: The University of Chicago Press.
§
Huijbers,
T. (1987). Manusia Merenungkan Dunianya. Yogyakarta:
Yayasan Kanisius.
§
Langeveld,
M.J. (1980). Beknopte Theoritische
Paedagogiek. (Terjemahan:
Simanjuntak). Bandung: Jemmars.
§
Othman,
A.I. (1987). The Concept of Man in Islam
in The Writings of Al-Gazali. (Terjemahan: Johan Smit, Anas Mahyudin,
Yusuf). Bandung: Pustaka.
§
Phenix,
P.H. (1964). Realism of Meaning:
Philosophy of Curricuoum for General Education. New York: McGraw Hill Book
Company.
§
Plato.
(1986). Phaidon: Dialog Sokrates tentang Tubuh-Jiwa.
Bandung: Sinar Baru.
§
Poespowardojo,
S. dan Bertens, K. (1983). Sekitar
Manusia: Bunga Rampai tentang Filsafat Manusia. Jakarta: Gramedia.
§
Soelaeman,
M.I (1988). Suatu Telaah tentang
Manusia-Religi Pendidikan. Depdikbud.
§
Syaiyidain,
K.G. (1954). Iqbal’s Educationals
Philosophy. Lahore: Shaik Muhammad Ashraff, Kasmiri Bazar.
§
Schumacher,
E.F. (1980). A Guide for The Perflexed. London: Sphere Books Ltd.
§
Syaripuddin,
T. (1994). Implikasi Eksistensi Manusia
terhadap Konsep Pendidikan Umum (Thesis). Program Pascasarjana IKIP
Bandung.
No comments:
Post a Comment