Tuesday, October 3, 2017

makalah pengantar pendidikan


BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hakikat manusia dilihat dari sisi penciptaannya adalah makhluk sempurna karena dibekali oleh akal. Maka dengan akal itulah manusia akan selalu berfikir tentang kelangsungan hidupnya dan generasi penerusnya. Manusia akan melakukan banyak cara untuk bertahan baik untuk dirinya maupun keturunan atau generasinya, sekaligus meningkatkan kualitas kehidupannya baik fisik maupun non fisik yang berlangsung secara alami.
Seiring perkembangan peradaban manusia, pendidikan dilaksanakan secara lebih sistematis dan terorganisir dalam bentuk bentuk pendidikan formal di sekolah. Dalam hal ini manusia pada dasarnya bisa sebagai subyek sekaligus obyek dari pendidikan. Sebagai subyek pendidikan berarti mereka berperan aktif dalam proses dan pelaksanaannya, mereka bertanggungjawab sebagai perencana, pengelola sekaligus pihak yang harus mengevaluasi dan mengawasi proses berlangsungnya pendidikan tersebut. Sedangkan sebagai obyek berarti mereka menjadi sasaran yang harus digarap dan dituju oleh pendidikan (khususnya manusia yang belum dewasa).
1.2 Rumusan masalah
1.      Bagaimana pengertian dan aspek-aspek hakikat manusia?
2.      Bagaimana hubungan hakikat manusia dengan pendidikan?
3.      Bagaimana hubungan pendidikan, martabat dan hak asasi manusia?
1.3 Tujuan
1.      Untuk mengetahui bagaimana pengertian dan aspek-aspek hakikat manusia?
2.      Untuk mengetahui bagaimana hubungan hakikat manusia dengan pendidikan?
3.      Untuk mengetahui bagaimana hubungan pendidikan, martabat dan hak asasi manusia?









BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Aspek-aspek Hakikat Manusia
2.1.1 Pengertian Hakikat Manusia
Manusia adalah makhluk bertanya, ia mempunyai hasrat untuk mengetahui segala sesuatu. Dalam kehidupannya yang nyata manusia menunjukkan keragaman dalam berbagai hal, baik tampilan fisiknya, strata sosialnya, kebiasaannya.
Hakikat manusia adalah seperangkat gagasan atau konsep yang mendasar tentang manusia dan makna eksistensi manusia di dunia. Aspek-aspek hakikat manusia antara lain berkenaan dengan asal-usulnya (contoh: manusia sebagai makhluk tuhan), struktur metafisiknya (contoh: manusia sebagai kesatuan badan-ruh), serta karakteristik dan makna eksistensi manusia di dunia (contoh: manusia sebagai makhluk individual, sebagai makhluk sosial, sebagai makhluk berbudaya, sebagai makhluk susila, dan sebagai makhluk beragama)
2.1.2 Aspek-aspek Hakikat Manusia
1.      Manusia sebagai Makhluk Tuhan
Manusia adalah subyek yang memiliki kesadaran (consciousness) dan penyadaran diri (Self-awarness). Karena itu manusia adalah subyek yang menyadari keberadaaanya, ia mampu membedakan dirinya dengan segala sesuatu yang ada diluar dirinya (obyek). Selain itu manusia bukan saja mampu berfikir tentang diri dan alam sekitarnya, tetapi sekaligus sadar tentang pemikirannya.
Kita memang tidak dapat memungkiri tentang adanya evolusi di alam semesta termasuk pada diri manusia, namun atas dasar keyakinan agama tentu saja kita tidak dapat menerima pandangan yang menyatakan berada-nya manusia di alam semesta semata-mata sebagai evolusi dari alam itu sendiri tanpa pencipta. Oleh karena manusia berkedudukan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa maka dalam pengalaman hidupnya terlihat bahkan dapat kita alami sendiri adanya fenomena kemakhlukan. Fenomena kemakhlukan ini, antara lain berupa pengakuan atas adanya perbedaan kodrat dan martabat manusia daripada Tuhannya. Manusia merasakan dirinya begitu kecil dan rendah di hadapan Tuhannya Yang Maha Besar dan Maha Tinggi.
2.      Manusia sebagai Kesatuan Badan-Roh
Terdapat empat paham mengenai manusia adalah kesatuan badan-roh.
a.       Materialisme. Gagasan para penganut Materialisme, seperti Julien de La Mattriedan Ludwig Federbach bertolak dari realita sebagaimana dapat di ketahui melalui pengalaman diri atau observasi. manusia adalah apa yang nampak dalam wujudnya, terdiri atas zat (daging, tulang, urat syaraf). Segala hal yang bersifat kejiwaan, spiritual atau rohaniah pada manusia dipandang hanya sebagai resonansi saja dari berfungsinya badan atau organ roh.
b.      Idealisme. Menurut penganut idealisme bahwa esensi diri manusia adalah jiwanya atau spiritnya atau rohaninya. Menurut Plato, jiwa mempunyai kedudukan lebih tinggi dari badan. Dalam hubungannya dengan badan, jiwa berperan sebagai pemimpin badan, jiwalah yang mempengaruhi badan karena itu badan mempunyai ketergantungan kepada badan. Jiwa adalah asas primer yang menggerakkan semua aktivitas manusia, badan tanpa jiwa tiada memiliki daya. Pandangan tentang hubungan badan dan jiwa seperti itu dikenal sebagai spiritualisme.
c.       Dualisme. Menurut Rence Descartes, esensi diri manusia terdiri atas dua substansi yaitu badan dan jiwa. Oleh karena manusia terdiri atas dua substansi (badan dan jiwa) maka antara keduanya tidak terdapat hubungan saling mempengaruhi, namun demikian setiap peristiwa kejiwaan selalu paralel dengan peristiwa badaniah atau sebaliknya. Contohnya, jika jiwa sedih maka secara paralel badan pun tampak murung atau menangis. Pandangan hubungan antara badan danjiwa seperti itu dikenal sebagai Paralelisme.
d.      E.F. Schumacher memandang manusia sebagai kesatuan dari hal yang bersifat badani dan rohani yang pada hakikatnya berbeda dari benda material, tumbuhan, hewan maupun Tuhan.
3.      Manusia sebagai Makhluk Individu
Sebagai individu, manusia adalah satu kesatuan yang tak dapat dibagi, memiliki perbedaan dengan manusia yang lainnya sehingga bersifat unik, dan merupakan subjek otonom. Setiap manusia mempunyai dunianya sendiri, tujuan hidupnya sendiri. Masing-masing secara sadar berupaya menunjukkan eksistensinya, ingin menjadi dirinya sendiri atau bebas bercita-cita untuk menjadi seseorang tertentu.
4.      Manusia sebagai Makhluk sosial
Manusia hidup dalam hidup keterpautan dengan sesamanya. Dalam hidup bersama dengan sesamanya (bermasyarakat) setiap individu menempati kedudukan (status) tertentu. Di samping itu, setiap individu mempunyai dunia dan tujuan hidupnya masing-masing, mereka juga mempunyai dunia bersama dan tujuan hidup bersama dengan sesamanya.

5.      Manusia sebagai Makhluk Berbudaya
Manusia memiliki inisiatif dan kreatif dalam menciptakan kebudayaan, hidup berbudaya, dan membudaya. Kebudayaan bukan sesuatu yang ada di luar manusia, bahkan hakikatnya meliputi perbuatan manusia itu sendiri. Kebudayaan memiliki fungsi positif bagi kemungkinan eksistensi manusia, namun demikian apabila manusia kurang bijaksana dalam mengembangkannya, kebudayaan pun dapat menimbulkan kekuatan-kekuatan yang mengancam eksistensi manusia.
6.      Manusia sebagai Makhluk Susila
Manusia mempunyai potensi dan kemampuan untuk berpikir, berkehendak beabs, bertanggungjawab, serta mempunyai potensi untuk berbuat baik. Karena itulah, eksistensi manusia memiliki aspek kesusilaan. Menurut Immanuel Kant, manusia memiliki aspek kesusilaan karena pada manusia terdapat rasio praktis yang memberikan perintah mutlak. Contoh: jika kita meminjam barang milik orang lain maka ada perintah yang mewajibkan untuk mengembalikan barang pinjamn tersebut.
Sebagai makhluk otonom atau memiliki kebebasan, manusia selalu dihadapkan pada suatu alternatif tindakan yang harus dipilihnya. Adapun kebebasan berbuat ini juga selalu berhubungan dengan norma-norma moral dan nilai-nilai moral yang juga harus dipilihnya.
7.      Manusia sebagai Makhluk Beragama
Aspek keberagamaan adalah salah satu karakteristik esensial eksistensi manusia yang terungkap dalam bentuk keyakinan akan kebenaran suatu agama yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku. Manusia hidup beragama karena agama menyangkut masalah-masalah yang bersifat mutlak maka pelaksanaaan keberagamaan akan tampak dalam kehidupan sesuai agama yang dianut masing-masing individu. Dalam keberagamaan in manusia akan merasakan hidupnya bermakna. Ia memperoleh kejelasan tentang dasar hidupnya, tata cara hidup dalam berbagai aspek kehidupannya, dan menjadi jelas pula apa yang menjadi tujuan hidupnya.

2.2 Hubungan Hakikat Manusia dengan Pendidikan
Manusia adalah makhluk ciptaan tuhan yang paling sempurna memiliki kecerdasan intelektual dan daya nalar sehingga manusia mampu berfikir, berbuat, dan bertindak untuk membuat perubahan dengan maksud pengembangan sebagai manusia yang utuh.
Menurut Wahyudin (2008:1.20) Berbagai aspek kehakikat manusia, pada dasarnya adalah potensi yang harus diwujudkan setiap orang, sebab itu berbagai aspek hakikat manusia merupakan manusia ideal, merupakan manusia yang dicita-citakan atau yang menjadi tujuan. Sesosok manusia ideal tersebut harus diupayakan atau diwujudkan.
Dalam kaitannya dengan perkembangan individu, manusia dapat tumbuh dan berkembang melalui suatu proses alami menuju kedewasaan baik bersifat jasmani maupun rohani. Oleh karena itu, manusia memerlukan pendidikan demi mendapatkan perkembangannya yang optimal sebagai manusia.
Pada dasarnya ada dua pokok permasalahan tentang hakikat manusia terhadap pendidikan. Pertama, tentang mengapa manusia harus atau perlu didik. Kedua, mengapa manusia mungkin atau dapat didik. Setelah mengetahui pokok permasalahan tersebut , dapat mengetahui atau menjelaskan tentang asas-asas perlunya pendidikan bagi manusia sebagai implikasi dari hakikat manusia terhadap pendidikan, dan asas-asas tentang kemungkinan pendidikan sebagai implikasi hakikat manusia terhadap pendidikan.
2.2.1 Asas-Asas Keharusan atau Perlunya Pendidikan Bagi Manusia
1.      Manusia sebagai Makhluk yang Belum Selesai
Manusia tidak mampu menciptakan dirinya sendiri,beradanya manusia didunia ini bukan pula sebagai evolusi tanpa pencipta sebagaimana diyakini penganut Evolusionisme, melainkan sebagai ciptaan Tuhan. Sebagai kesatuan badani-rohani manusia memiliki historisitas dan hidup bertujuan.
Maka dari itu, eksistensi manusia terpaut dengan masa lalunya (misal ia berada karena diciptakan Tuhan, lahir didunia dalam keadaan tidak berdaya sehingga memerlukan bantuan orang lain dan seterusnya) dan sekaligus menjangkau masa depan untuk mencapai tujuan hidupnya. Manusia berada pada perjalanan hidup, perkembangan dan pengebangan diri. Ia adalah manusia , tetapi sekaligus “belum selesai” mewujudkan diri sebagai manusia.
2.      Tugas dan Tujuan Manusia Adalah Menjadi Manusia
Manusia hidup didunia dalam keadaan belum tertentukan menjadi apa atau menjadi siapa nantinya karena itu aspek-aspek hakikat manusia yang pada dasarnya merupakan potensi sekaligus adalah sebagai tugas yang harus diwujudkan setiap orang. Berbagai aspek hakikat manusia pada dasarnya adalah potensi yang harus diwujudkan setiap orang, sebab itu bahwa berbagai aspek  hakikat manusia adalah sosok manusia yang ideal, merupakan gambaran manusia yang dicita-citakan atau yang menjadi tujuan. Sosok manusia ideal tersebut belum terwujud melainkan harus diupayakan untuk diwujudkan.
3.      Perkembangan Manusia Bersifat Terbuka
Perkembangan manusia bersifat terbuka atau mengandung berbagai kemungkinan. Manusia mungkin berkembang sesuai kodrat dan martabat kemanusiaanya atau maupun menjadi manusia, sebaliknya mungkin pula ia berkembang ke arah yang kurang sesuai bahkan tidak sesuai dengan kodratnya dan martabat kemanusiaanya.
2.2.2 Asas-Asas Kemungkinan Pendidikan
1.      Asas Potensialitas
Berbagai potensi yang ada pada manusia yang memungkinkan ia akan mampu menjadi manuisa, tetapi untuk itu memerlukan suatu sebab, yaitu pendidikan. Contohnya, manusia mengembangkan potensi yang ada pada dirinya dengan menggunakan pendidikan seperti mengikuti lomba olimpiade matematika.
2.      Asas Dinamika
Manusia selalu aktif baik dalam aspek fisiologik maupun spiritualnya. Ia selalu menginginkan dan mengejar segala hal yang lebih dari apa yang telah ada atau yang telah dicapainya. Contohnya,  manusia selalu ingin menjadi lebih baik dalam hal pendidikan.
3.      Asas Individualitas
Individu memiliki kedirisendirian (subjektivitas), ia berbeda dari yang lainya dan memiliki keinginan untuk menjadi seseorang sesuai keinginan dirinya sendiri. Contohnya, manusia bebas dan aktif berupaya untuk mewujudkan dirinya.
4.      Asas Sosialitas
Sebagai insan sosial manusia hidup bersama dengan sesamanya, ia butuh bergaul dengan orang lain. Dalam kehidupan bersama dengan sesamanya ini akan terjadi hubungan timbal balik. Contohnya, manusia butuh manusia lain untuk saling bertukar informasi ataupun tentang pendidikan.
5.      Asas Moralitas
Manusia memiliki kemampuan untuk membedakan yang baik dan yang tidak baik. Dan pada dasarnya ia berpotensi untuk berperilaku baik atas kebebasan dan tanggung jawabnya (aspek moralitas). Contohnya dalam aspek kesusilaan manusia diharapkan mampu berperilaku sesuai dengan norma-norma moral dan nilai- nilai moral yang diakui.

2.3  Pendidikan, Martabat, dan Hak Asasi Manusia
2.3.1 Pendidikan sebagai Humanisasi.
Tugas dan tujuan hidup manusia adalah membangan (mengadakan) dirinya mendekati manusia yang dalam filsafat disebut self-realization. Pendidikan dapat didefinisikan sebagai humanisasi (upaya memanusiakan manusia), yaitu upaya dalam rangka membantu manusia agar mampu hidup sesuai dengan martabat kemanusiaanya atau menjadi manusia yang sebenarnya. Manusia dapat mengembangkan segenap potensinya untuk mampu beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, potensi untuk mampu berbuat atau berperilaku baik, potensi untuk hidup sehat, potensi cipta, rasa, karsa, dan karyanya.
Dengan adanya pendidikan sebagai humanisasi, dapat mencegah ketidakmanusiaan dalam pendidikan sehingga tercapai moralitas dalam pendidikan dan dapat menjadikan kita merasa nyaman dimana pun kita berada dan dengan siapapun kita bertemu.
2.3.2 Pendidikan dan Hak Asasi Manusia
Hak adalah milik manusia karena naturanya, namun karena natura ini adalah natura sosial maka dengan apa yang dianggap sebagai hak diwajibkan mengakui hak orang lain  begitulah pernyataan dari Jauh Locke, sedangkan menurut Noah Webster seorang pemikir besar Amerika menyatakan , pemerintah dispotik akan membatasi pendidikan karena kawatir kekuasaannya lama kelamaan berkurang. Hak asasi adalah hak yang dasar atau pokok. Hak asasi manusia merupakan hak-hak yang alamiah yang tidak dapat dicabut karena ini adalah karunia Tuhan. Hak-hak tersebut antara lain hak hidup, kebebasan dan mengejar kebahagiaan.   Disamping itu hak asasi meliputi kebebasan berbicara, kebebasan beragama, kebebasan berkumpul dan berserikat.  Menurut Thomas Jefferson pendidikan adalah syarat mutlak dari kemerdekaan, ia juga menegaskan bahwa modal utama kekuatan politik berada pada rakyat, yaitu rakyat yang menguasai pengetahuan dan informasi.
 Hak asasi sebagai dasar demokrasi pendidikan, sehingga pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara yang tertuang dalam pasal 31 UUD RI 1945 yang berbunyi :
a.       Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
b.      Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Dalam UUD RI no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa : Pasal 4 ayat 1 “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

Adapun kewajiban pemerintah diatur pada pasal 11 UUD RI no. 20 tahun 2003 yang berbunyi :
a.       Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
b.      Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendididkan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun.


























BAB 3. PENUTUPAN
3.1 Kesimpulan
Dari uraian materi, kami dapat menyimpulkan sebagai berikut.
1.      Hakikat manusia adalah seperangkat gagasan atau konsep yang mendasar tentang manusia dan makna eksistensi manusia di dunia. Ada 7 aspek hakikat manusia yaitu:
1)      Manusia sebagai Makhluk Tuhan
2)      Manusia sebagai Kesatuan Badan-Roh
3)      Manusia sebagai Makhluk Individu
4)      Manusia sebagai Makhluk Sosial
5)      Manusia sebagai Makhluk Berbudaya
6)      Manusia sebagai Makhluk Susila
7)      Manusia sebagai Makhluk Beragama
2.      Asas-Asas Keharusan atau Perlunya Pendidikan Bagi Manusia dan asas-asas tentang kemungkinan pendidikan sebagai implikasi hakikat manusia terhadap pendidikan.
3.      Pendidikan sebagai humanisasi yaitu suatu upaya dalam rangka peserta didik agar mampu hidup sesuai dengan martabat kemanusiannya.
3.2 Saran                                                
Sebagai manusia, kita hendaknya lebih mengetahui dan memahami hakikat manusia terhadap pendidikan, yaitu pendidikan sebagai humanisasi, serta pendidikan sebagai hak asasi setiap manusia. 














DAFTAR PUSTAKA
§  Abdullah, A.R.S (1991). Educational Theory, A.Quranic Outlook (Alih bahasa: Mutammam). Bandung: Diponegoro.
§  Anshari,E.S (1983). Filsafat, Ilmu dan Agama. Surabaya: Bina Ilmu
§  Ali, F (1985), Realitas Manusia. Parandangan Sosiologis Ibnu Khaldun, dalam Insan Kamil (Penyunting : Dawam Raharjo). Jakarta: Grafiti Pers.
§  Buber, M (1959). Between Man and Man. (Translated by Ronald Gregor Smith). Boston: Beacon Press.
§  Butler, J. D. (1957) . Four Philosophies and Their Practice in Education and Religion. New York: Harper dan  Brothers Publishers.
§  Cassirer, E. (1987). An Essay On Man. (Terjemahan: Alois A. Nugroho). Jakarta: Gramedia.
§  Friedman, S. M. (1954). Marlin Buber, The. Life of Dioalogue.  London: Routledge and Began Paul Ltd.
§  Frost Jr., S.E. (1957). Basic Teaching of The Great Philosophers. New York: Barnes dan Nobels.
§  Hasan, F. (1973). Berkenalan dengan Eksistensialisme. Jakarta: Pustaka Jaya.
§  Henderson, S. v. P. (1959). Introduction to Philosophy of Education. Chicago: The University of Chicago Press.
§  Huijbers, T. (1987). Manusia Merenungkan Dunianya. Yogyakarta: Yayasan Kanisius.
§  Langeveld, M.J. (1980). Beknopte Theoritische Paedagogiek.  (Terjemahan: Simanjuntak). Bandung: Jemmars.
§  Othman, A.I. (1987). The Concept of Man in Islam in The Writings of Al-Gazali. (Terjemahan: Johan Smit, Anas Mahyudin, Yusuf). Bandung: Pustaka.
§  Phenix, P.H. (1964). Realism of Meaning: Philosophy of Curricuoum for General Education. New York: McGraw Hill Book Company.
§  Plato. (1986). Phaidon: Dialog Sokrates tentang Tubuh-Jiwa. Bandung: Sinar Baru.
§  Poespowardojo, S. dan Bertens, K. (1983). Sekitar Manusia: Bunga Rampai tentang Filsafat Manusia. Jakarta: Gramedia.
§  Soelaeman, M.I (1988). Suatu Telaah tentang Manusia-Religi Pendidikan. Depdikbud.
§  Syaiyidain, K.G. (1954). Iqbal’s Educationals Philosophy. Lahore: Shaik Muhammad Ashraff, Kasmiri Bazar.
§  Schumacher, E.F. (1980).  A Guide for The Perflexed. London: Sphere Books Ltd.
§  Syaripuddin, T. (1994). Implikasi Eksistensi Manusia terhadap Konsep Pendidikan Umum (Thesis). Program Pascasarjana IKIP Bandung.















No comments:

Post a Comment